Bak perkara Novel, polisi diragukan ungkap fakta sebenarnya kasus unlawful killing laskar FPI

YLBHI pun mendorong seluruh pihak memantau perkembangan kasus penembakan terhadap anggota Laskar FPI di KM 50 tol Japek.

Ilustrasi. Pixabay

Penegakan hukum kasus dugaan pembunuhan di luar hukum (unlawful killing) terhadap anggota Laskar Front Pembela Islam (FPI) di KM 50 tol Jakarta-Cikampek (Japek), Kabupaten Karawang, Jawa Barat (Jabar), diragukan akan mengungkap fakta sebenarnya, terutama membongkar keterlibatan pertanggungjawaban komando. Dicontohkannya dengan penyiraman air keras terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan. 

"Tentu ini harus terus diberikan perhatian, dipantau, agar penegakan hukumnya serius. Kami tentu khawatir kalau kemudian ini tidak mengungkap fakta sebenarnya karena kita tidak tahu, ya, karena kita belum tahu, ya, sama seperti peristiwa Novel," ucap Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur, saat dihubungi Alinea, Senin (22/3).

"(kasus Novel Baswedan) itu, kan, hanya sampai di pelaku lapangan. Kami harapkan sebenarnya ini bisa membongkar sejauh mana keterlibatan atasan, keterlibatan perwira, dan sebagainya. Jangan sampai hanya dikorbankan yang kecil kalau misalnya ada melibatkan para petinggi-petinggi lainnya. Itu penting diungkapkan," sambungnya.

Dalam kasus Novel, pengadilan telah memutus bersalah kedua pelaku penyiraman di lapangan, Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette. Masing-masing divonis 1 tahun 6 bulan dan 2 tahun penjara karena terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan penganiayaan dengan rencana lebih dahulu sehingga terjadi luka berat sesuai Pasal 353 ayat (2) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

YLBHI, lanjut Isnur, pun mencemaskan atas keseriusan dalam penuntutan kasus karena tergolong pembunuhan tanpa melalui proses hukum terlebih dahulu (extrajudicial killing). Dia kembali menyandingkannya dengan kasus Novel.