Prahara tambang di ibu kota baru

Sengketa lahan dan kematian akibat lubang-lubang tambang mesti jadi perhatian pemerintah saat membangun ibu kota negara yang baru.

Ilustrasi penambangan batu bara. Alinea.id/Bagus Priyo

Rusdin, 39 tahun, kian gelisah saat mendengar kabar sebagian wilayah Kutai Kartanegara bakal jadi lokasi ibu kota negara (IKN) baru. Kepala Desa Sungai Payang, Loa Kulu, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, itu khawatir lahan milik warga desanya tercaplok tanpa ganti rugi untuk IKN. 

Apalagi, kata Rusdin, sengketa lahan antara warga desa dan perusahaan tambang batu bara yang beroperasi di desanya, PT Multi Harapan Utama (MHU), tak kunjung usai. Padahal, konflik lahan di Desa Sungai Payang sudah mengemuka sejak 2014. 

"Banyak warga desa datang berbondong-bondong ke saya mempermasalahkan ganti rugi yang tidak sesuai," ungkap Rusdin saat berbincang dengan Alinea.id, Senin (31/5).

Mengacu pada dokumen Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) yang dikantongi PT MHU, menurut Nurdin, perusahaan itu punya izin mengelola lahan konsesi seluas 10.000 hektare di Desa Sungai Payang. 

Izin operasi PT MHU hanya sampai 2025. Namun, perusahaan tersebut telah mengajukan perpanjangan izin operasi ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada 29 Juni 2020. "Aktivitasnya saat ini baru sekitar empat ribuan hektare," kata Rusdin.