Proyek infrastruktur pemerintah kuras APBN

Laba BUMN terus menurun dalam tiga tahun terakhir. Proyek infrastruktur menyeret BUMN memikul risiko. Harusnya jadi pesan bagi pemerintah.

Pekerja tengah membangun proyek infrastruktur pemerintah. Antara Foto

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Abra Talattov, mengatakan defisit fiskal yang terjadi saat ini salah satunya diakibatkan karena kebijakan pemerintah yang membebankan perusahaan Badan Usaha Milik Negera (BUMN) dalam membangun proyek infrastruktur.

“Selain akibat melesetnya penerimaan pajak maupun membengkaknya belanja pemerintah pusat, ambisi pemerintah dalam pembangunan infrastruktur yang super agresif tidak hanya menguras APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) secara langsung, tetapi juga turut menyeret dana BUMN," kata Abra dalam sebuah diskusi online pada Minggu, (25/8).

Abra menjelaskan, dari proyeksi kebutuhan infrastruktur senilai Rp4.700 triliun selama kurun waktu 2015-2019, APBN hanya mampu menutup 41,3%. Sedangkan BUMN hanya mampu menyumbang 22% atau setara Rp1.034 triliun.

"Hal ini menunjukkan bahwa BUMN turut menjadi sumber risiko yang besar bagi APBN. Buktinya, hasil macro stress test oleh Kementerian Keuangan memperlihatkan bahwa risiko BUMN berada pada area dampak (impact) terhadap APBN di level empat atau yang artinya risiko signifikan," tuturnya.

Abra kemudian menunjukkan contoh risiko BUMN yang harus ditanggung APBN yakni melalui kewajiban kontinjensi maupun alokasi Penyertaan Modal Negara (PMN). Dalam RAPBN 2020, pemerintah mencatatkan alokasi PMN sebesar Rp17,7 triliun. Paling besar diperuntukan bagi PT PLN sebesar Rp5 triliun, PT Hutama Karya (HK) Rp3,5 triliun, serta 6 perusahaan pelat merah lainnya.