sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Semrawut kabel-kabel maut di Jakarta

Kabel-kabel semrawut di Jakarta sudah menimbulkan korban jiwa.

Kudus Purnomo Wahidin
Kudus Purnomo Wahidin Rabu, 09 Agst 2023 18:00 WIB
Semrawut kabel-kabel maut di Jakarta

Entis, 52 tahun, jadi saksi bagaimana kabel-kabel di lingkungan tempat tinggalnya di daerah Kemanggisan, Palmerah, Jakarta Barat setiap tahun semakin semrawut. Perantau asal Cirebon, Jawa Barat itu, sudah tinggal di Jalan KH. Syahdan, tak jauh dari kampus Binus, sejak 1990-an.

“Setiap tahun terus nambah (kabel-kabel). Apalagi sejak orang sini ramai pasang wifi (internet), bukan tambah berkurang,” ujar Entis, yang saban hari berdagang pisang cokelat di dekat kampus Binus kepada Alinea.id, Minggu (6/8).

Ia sudah lekat dengan kabel listrik dan jaringan internet yang menjuntai di sepanjang jalan. Bahkan, lilitan kabel-kabel di Gang Keluarga tampak berantakan.

“Depan Gang Keluarga ini sering ada korsleting listrik, tapi enggak lama biasanya langsung dibenerin,” tutur Entis.

Meski belum pernah terjadi musibah kebakaran akibat hubungan arus pendek listrik, tetapi Entis tetap khawatir bila kabel-kabel semrawut itu tak dibenahi. Wacana pembenahan kabel-kabel di kawasan Binus, katanya, sudah ada sejak dahulu.

“Dari tahun 2005 sudah ada wacana, katanya mau dipindahin ke (dalam) tanah. Tapi tambah terus yang masang kabel baru. Akhirnya semrawut," ujar Entis.

Problem kabel-kabel semrawut

Salim, 35 tahun, penjaga salah satu indekos di Jalan KH. Syahdan juga merasa waswas bila ada mobil truk melintas jalan dengan kabel menjuntai rendah di atasnya.

Sponsored

“Apalagi kalau (yang lewat) truk molen, pasti atasnya nyangkut kena kabel,” ucap perantau asal Cilacap, Jawa Tengah, yang baru lima tahun tinggal di Jakarta, Minggu (6/8).

Ia sering kali melihat mobil provider internet mondar-mandir, melakukan pemasangan kabel serat optik. Padahal, ujar Salim, di dalam tanah di kawasan itu ada pula kabel serat optik yang ditanam. Akan tetapi, menurutnya, tak digarap serius karena kurang kedalamannya.

"Lihat saja ini (menunjuk permukaan aspal) masih kelihatan kabelnya. Saya aja tambahin beton lagi biar enggak muncul," kata Salim.

 Situasi lalu lintas dengan pemandangan kabel semrawut di atas di Jalan KH. Syahdan, Kemanggisan, Palmerah, Jakarta Barat, Minggu (6/8/2023). Alinea.id/Kudus Purnomo Wahidin

Kabel-kabel semrawut juga menjadi pemandangan di Jalan Haji Kincan, Rawa Buaya, Cengkareng, Jakarta Barat. Lilitannya di tiang-tiang seolah menjadi pernak-pernik yang menyambut warga bila hendak masuk ke jalan selebar kira-kira empat meter ini.

Menurut salah seorang warga, Abdillah, 43 tahun, kabel semrawut pemasok aliran listrik dan internet di lingkungannya itu terjadi seiring kepadatan permukiman penduduk. “Banyak bangunan kontrakan di sini, ada pertokoan, dan warung. Akhirnya, kebutuhan listrik nambah dan kabel juga semrawut,” ucap Abdillah, Minggu (6/8).

Abdillah mengatakan, jaringan kabel di kawasan yang lebih dikenal dengan Bojong Indah itu mulai berantakan sejak 1990. Di kawasan itu pun ada pabrik dan pergudangan yang perlu pasokan listrik.

"Tapi kalau di sekitaran pabrik sih agak rapi. Di permukiman itu yang parah," ucap Abdillah.

Sejauh yang ia amati, setidaknya ada tiga kali kabel di lingkungannya putus karena tersangkut mobil truk. Akibatnya, terjadi pemadaman listrik di permukiman.

“Terakhir, 2021 kemarin ada truk boks lewat, ketinggian. Kabelnya juga kendur, jadi kesangkut,” ujar pria yang sehari-hari berdagang telur itu.

Beruntung, belum ada kejadian hingga merenggut korban jiwa karena kabel-kabel semrawut di lingkungannya. Meski begitu, ia berharap, kabel-kabel itu dibenahi. "Mending dipindah ke bawah tanah,” kata dia.

Selain berpotensi menimbulkan musibah kebakaran akibat korsleting listrik, kabel-kabel yang semrawut juga sudah menimbulkan korban jiwa. Belum lama ini, Jumat (28/7) malam seorang pengemudi ojek online, Vadim, tewas karena kabel di kawasan Palmerah, Jakarta Barat.

Ada tiga versi tentang tewasnya Vadim. Menurut keterangan keluarga dan warga, seperti dikutip dari Tempo.co, di malam nahas itu ada truk peti kemas lewat dan menyangkut kabel di Jalan Brigjen Katamso, Palmerah, Jakarta Barat. Kabel lalu terputus dan menjepret leher Vadim yang berada di belakang truk, sehingga membuatnya tersungkur dan mengalami luka parah di kepala.

Versi dari Kepala Suku Dinas Bina Marga Jakarta Barat, Darwin Ali, seperti dikutip dari Antara, kecelakaan itu terjadi usai tiang kabel ditabrak sebuah truk. Setelah itu, kabel mengenai Vadim. Versi lainnya, Vadim terjerat kabel yang melintang jalan.

Di samping Vadim, seorang mahasiswa bernama Sultan Rif’at harus menerima kenyataan tubuhnya tak lagi normal seperti dahulu. Sudah tujuh bulan Sultan tak bisa bicara, sulit makan dan minum, serta paru-parunya terdampak lantaran tulang tenggorokannya putus.

Derita Sultan bermula ketika pada Januari 2023 ia melintas di Jalan Pangeran Antasari, Jakarta Selatan dengan sepeda motor. Saat itu, ada kabel fiber optik yang menjuntai, tersangkut mobil. Lalu, kabel itu tertarik dan memantul ke arah leher Sultan.

Upaya pembenahan

Seorang pengendara sepeda motor dan keluarganya melintasi kabel yang menjuntai di Jalan Haji Kincan, Rawa Buaya, Cengkerang, Jakarta Barat, Minggu (6/8/2023). Alinea.id/Kudus Purnomo Wahidin

Upaya membenahi kabel-kabel yang semrawut di Jakarta sebenarnya sudah dilakukan Pemprov DKI Jakarta lewat Bina Marga dengan menggandeng PT. Jakpro dan Perumda Sarana Jaya, yang mengerjakan proyek sarana jaringan utilitas terpadu (SJUT) dengan panjang 200 kilometer sejak awal 2023.

Jakpro ditugaskan mengerjakan 115 kilometer di 32 ruas jalan di Jakarta Selatan dan Jakarta Timur. Sisanya, dikerjakan Sarana Jaya di 36 ruas jalan di Jakarta Pusat dan Jakarta Barat.

Semula, melalui anak usahanya, yakni PT. Jakarta Infrastruktur Propertindo (JIP), Jakpro menargetkan pengerjaan proyek SJUT sepanjang 115 kilometer selesai pada 2024. Namun, hingga kini, yang tuntas baru sepanjang 25 kilometer.

“Dan 25 kilometer ini berada di 10 ruas jalan Jakarta Selatan,” kata Direktur Utama PT. JIP, Araf Anbiya saat dihubungi, Selasa (8/8).

Araf mengatakan, target kerja paling realistis, pihaknya bisa menyelesaikan proyek tersebut pada kuartal IV tahun 2025. “Apabila SJUT sudah terbangun, maka para pemilik kabel fiber optik yang berada di atas, wajib masuk ke SJUT,” katanya.

Jaringan utilitas di Jakarta diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 1999 tentang Jaringan Utilitas. Ada pula Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta Nomor 106 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyelenggaraan Infrastruktur Jaringan Utilitas.

Perda 8/1999 tengah direvisi. Menurut Kepala bidang Utilitas Dinas Bina Marga DKI Jakarta, Samsul Bahri, progres revisi perda tersebut sudah masuk tahap rinci pasal per pasal dan sedang dikebut bersama Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD DKI Jakarta.

“Kami berharap raperda ini dapat segera rampung karena banyak ruang lingkup perihal jaringan utilitas yang diatur dalam rancangan perda ini, di antaranya keterpaduan penempatan jaringan utilitas, perencanaan penempatan jaringan utilitas, penyelenggaraan SJUT, perizinan, pengawasan, dan hal lain,” ucap Samsul, Selasa (8/8).

Ia mengaku belum berani memastikan kapan revisi Perda 8/1999 rampung. "Pembahasan raperda tidak bisa dipresentasikan secara utuh karena bisa saja pembahasan itu kembali ke pasal-pasal sebelumnya, bila ada yang kurang sinkron," ucap Samsul.

Dari sisi pengelolaan, Samsul berkata, SJUT kemungkinan bakal dikelola pihak Pemprov DKI Jakarta atau badan usaha milik daerah (BUMD). Bisa juga kemitraan dengan badan usaha lainnya di luar pemprov.

Lebih lanjut, Samsul belum bisa memberikan penjelasan terkati besaran tarif yang akan dikenakan kepada pihak pengguna SJUT. Ketentuan mengenai tarif tersebut, ujar Samsul, bakal diatur lebih lanjut dalam peraturan gubernur.

“(Peraturan gubernur) sebagai turunannya raperda jaringan utilitas,” ucapnya.

Alinea.id sudah berupaya mengonfirmasi progres pembahasan revisi Perda 8/1999 kepada Ketua Bapemperda DPRD DKI Jakarta Pantas Nainggolan dan anggota Bapemperda DPRD DKI Gambong Warsono. Namun, belum ada respons.

Pengamat tata kota dari Universitas Trisakti, Nirwono Joga berpendapat, Pemprov DKI Jakarta perlu mempercepat pemindahan seluruh SJUT ke bawah tanah. “Atau di bawah trotoar jalan,” ujar Nirwono, Senin (7/8).

Menurut Nirwono, Pemprov DKI Jakarta mesti berani bertanggung jawab terhadap keselamatan warga dari ancaman kabel-kabel yang semrawut di seluruh Jakarta.

“Dalam kasus warga terjerat kabel, pemprov tidak boleh lepas tangan menyalahkan perusahaan kontraktor kabel utilitas tersebut,” ujarnya.

“Pemprov DKI Jakarta bertanggung jawab sekaligus memberi sanksi tegas kepada perusahaan kontraktor utilitas tersebut, juga bisa pemilik atau perusahaan pemberi tugas kepada kontraktor karena lalai tidak mengawasi pekerjaannya dengan baik.”

Infografik jaringan utilitas. Alinea.id/Firgie Saputra

Dari sisi regulasi, Nirwono juga mendesak Pemprov DKI Jakarta dan DPRD DKI Jakarta mempercepat pembahasan revisi Perda 8/1999. Aturan ini, menurutnya, sudah terlalu lama dibahas, sejak 2019. Padahal, bisa mempercepat pelaksanaan pemindahan jaringan utilitas ke bawah tanah.

"Saya sudah ikut mendampingi rapat dengan DPRD terakhir Maret 2023 lalu, tetapi terhenti sejak kadis (Bina Marga) diganti," ucap Nirwono.

Nirwono berujar, pembahasan terakhir bersama DPRD DKI Jakarta dan Dinas Bina Marga DKI Jakarta masih berkutat pada soal tarif retribusi yang dibebankan kepada swasta, yang diwajibkan memasang kabel di SJUT milik Pemprov DKI Jakarta.

“Diskusi berkutat pada beberapa biaya restribusi per kilometernya, flat, atau naik progresif seiap dua tahun, seperti biaya jalan tol, sisem pembayaran ke lembaga pengelola, sehingga BUMD baru perlu dibentuk,” katanya.

Ia menyarankan, sebaiknya pemindahan jaringan utilitas ke bawah tanah dilakukan bersamaan dengan penataan trotoar yang tengah dilaksanakan Dinas Bina Marga DKI Jakarta. Dengan target pada 2030, seluruh SJUT sudah dipindah ke bawah tanah atau trotoar, disertai kewajiban pemindahan dan pemutusan kabel oleh pemiliknya.

“Sedangkan perawatan kabel SJUT dibebani kepada biaya retribusi dari pemilik kabel agar tidak membebani APBD ke depan,” ucap Nirwono.

Berita Lainnya
×
tekid