PSBB, cara pusat bebankan kewajiban ke pemda?

PSBB dinilai pilihan lepas dari tanggung jawab pemenuhan kebutuhan ekonomi dan sosial

Suasana kepadatan kendaraan bermotor di tengah PSBB, di Jalan Raya Kedung Halang, Bogor, Jawa Barat, Jumat (8/5)/Foto Antara/Yulius Satria Wijaya.

Koalisi Masyarakat Sipil menilai pemerintah mengkhianati semangat konstitusi yang mengamanatkan melindungi segenap tumpah darah bangsa Indonesia, dan melindungi setiap nyawa warga negara. 

"Hal ini bisa kita lihat dari pernyataan demi pernyataan pejabat yang inkonsisten membingungkan publik, dari mulai soal pulang kampung vs mudik, PSBB yang baru diberlakukan di 16 daerah namun sudah mewacanakan untuk dilonggarkan tanpa landasan data yang kuat, data bantuan yang carut marut hingga birokratisasi prosedur penerapan PSBB," demikian bunyi pernyataan sikap Koalisi Masyarakat Sipil melalui keterangan tertulis, Jumat (8/5/2020).

Koalisi menilai saat ini sebanyak 354 Kabupaten/kota di semua provinsi memiliki kasus positif Covid-19. "Sementara, jumlah laboratorium tes PCR (polymerase chain reaction) hanya 51 untuk melayani seluruh wilayah Indonesia," bebernya.

Selain itu, Koalisi juga mencatat setidaknya ada dua bentuk diskriminasi dan standar ganda pemerintah. "Pertama, menyatakan darurat bencana non alam namun tidak mau memberlakukan karantina wilayah. Pilihan menetapkan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) merupakan pilihan lepas dari tanggung jawab pemenuhan kebutuhan ekonomi dan sosial," tulisnya.

Melalui PSBB, jelas Koalisi, kebutuhan pokok warga dibebankan kepada pemerintah daerah (pemda). "Karantina wilayah tidak dipilih sebab mesti mengacu pada UU Kekarantinaan Kesehatan yang mewajibkan pemerintah memberikan kebutuhan pokok warga," ungkapnya.