Pungli di tahanan masih terjadi, MAKI: Korban takut karena bisa juga dituduh sebagai pelaku

Tujuan utama pengawalan kasus pungli ini, sejatinya untuk meningkatkan keberanian korban untuk berterus terang atas kasus yang menimpanya.

ilustrasi. Istimewa

Kasus pungutan liar atau pungli di lingkungan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dan Rumah Tahanan (Rutan) hingga saat ini masih sering terjadi. Salah satunya dari hasil laporan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) yang menyatakan adanya dugaan kasus pungli yang dilakukan oleh pejabat di Kemenkumham khususnya di Lapas dan Rutan.

Pada Jumat (17/6) lalu, Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta telah meningkatkan laporan MAKI tersebut ke tahap Penyidikan. Hal ini diapresiasi tinggi oleh MAKI, karena Kejati DKI Jakarta telah cepat melakukan penanganan dugaan pungli. MAKI pun berharap kasus pungli ini bisa cepat juga ke tahap berikutnya, yakni pra penuntutan dan atau penuntutan di persidangan Pengadilan Negeri Tipikor.

Boyamin Saiman, selaku koordinator MAKI menyatakan dalam keterangan resmi tertulisnya untuk terus mengawal perkara ini, bahkan pihaknya juga mencadangkan upaya gugatan praperadilan jika kasus pungli ini mangkrak dan berlarut-larut.

“Perkara ini mestinya bisa cepat prosesnya karena bukti-bukti yang diserahkan adalah kuat dan lebih dari cukup yaitu dugaan adanya bukti transfer uang melalui rekening Bank,” tulis Boyamin (19/6)

Tujuan utama pengawalan kasus pungli ini, sejatinya untuk meningkatkan keberanian korban untuk berterus terang atas kasus yang menimpanya. Menurut Boyamin, hingga saat ini banyak korban di lapangan yang enggan buka suara soal pungli karena takut. Korban pungli umumnya diancam akan terkena hukuman penjara dengan konstruksi pemberi suap. Dengan memberi ancaman pada korban, pelaku pungli pun bisa leluasa dan merasa aman untuk terus melanggengkan tindak kejahatannya tersebut.