RUU Cipker lebih buruk dibandingkan peraturan zaman kolonial

Dicontohkan dengan lamanya HGU hingga 90 tahun.

Sejumlah buruh dan mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Menolak (Geram) melakukan unjuk rasa menolak Omnibus Law RUU Cipker di Kota Makassar, Sulsel, Rabu (11/3/2020). Foto Antara/Arnas Padda

Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) beranggapan, Rancangan Undang-Undang tentang Cipta Kerja (RUU Cipker) lebih buruk dibandingkan peraturan zaman kolonial. Dicontohkannya dengan ketentuan Pasal 127 terkait pertanahan dengan UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria (UUPA).

"Pasal 127 akan memperpanjang jangka waktu hak pengelolaan tanah alias hak guna usaha (HGU) menjadi 90 tahun," ucap Ketua Umum GSBI, Rudi HB Daman, melalui keterangan tertulis di Jakarta.Jumat (24/4).

"Saat UU Pokok Agraria lahir pada 1960, setelah hak erfpacht dihapus, lalu muncul HGU. Batasan paling lama hanya 25-35 tahun. Lah, sekang di Omnibus Law Cipta Kerja jadi 90 tahun. Ini kan gila," sambungnya seraya mencibir.

RUU Cipker, menurut dia, juga bakal mencabut hak dan kesejahteraan buruh. Ditandai dengan penghilangan aspek perlindungan, penghapusan pidana bagi pengusaha pelanggar, hingga menetapkan upah per jam.

Sedangkan dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pengusaha yang membayar gaji di bawah upah minimum terancam penjara maksimal empat tahun dan/atau denda paling banyak Rp400 juta.