RUU Omnibus Law Cipta Kerja dorong krisis pangan

RUU Omnibus Law Ciptake jadi karpet merah investasi asing untuk mengeksploitasi sumber daya perikanan.

Kampanye penolakan terhadap RUU Omnibus Law Cipta Kerja aktivis perikanan KIARA di DPR, Jakarta, Rabu (8/7)/Foto KIARA.

Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja dalam jangka panjang dinilai akan mendorong terjadinya krisis pangan, khususnya pangan laut yang merupakan sumber protein hewani yang dibutuhkan oleh berbagai elemen masyarakat.

“RUU ini disusun dan dibahas bukan untuk melindungi masyarakat dan keberlanjutan sumber daya alam Indonesia. Sebaliknya, RUU disusun untuk memanjakan kepentingan oligarki di Indonesia yang telah lama menguasai proses pembuatan kebijakan di negara ini,” ungkap Susan Herawati, Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) dalam keterangan tertulis, Rabu (8/7).

Atas dasar itu, KIARA menggelar kampanye penolakan terhadap RUU Omnibus Law Cipta Kerja dengan cara menjajakan ikan-ikan yang telah lama mati dan memiliki bau yang tidak sedap. 

"Bau ikan-ikan ini merupakan simbol kuatnya bau busuk oligarki yang berada di balik penyusunan dan pembahasan RUU Cipta Kerja,” jelasnya.

RUU Omnibus Law Cipta Kerja, sambung aktivis perikanan ini, memiliki banyak kecacatan, baik dari aspek formil maupun materil. Secara hukum, RUU ini dinilai bertentangan dengan Konstitusi Republik Indonesia, UUD 1945.