RUU Otsus Papua tidak jelas, tensi sosial politik meningkat

MPR menyebut otsus dianggap gagal memberdayakan orang asli Papua.

Masyarakat mengadakan aksi menolak RUU Otsus Papua di Manokwari, Papua Barat, Kamis (30/7/2020). Twitter/@westpapuamedia

Anggota Majelis Rakyat Papua (MRP), Toni Wanggai, mengungkapkan, tensi sosial politik di "Bumi Cenderawasih" dan Jakarta kembali meningkat. Pangkalnya, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tidak terbuka tentang substansi Rancangan Undang-Undang Otonomi Khusus (RUU Otsus) Papua.

"Saat ini terjadi dinamika di Papua, apakah otsus dilakukan revisi terbatas dalam Prolegnas 2020 ini, apakah revisi secara total, atau otsus sebagai perbaikan lantaran otsus sebelumnya telah gagal memberdayakan orang asli Papua dari sisi afirmasi proteksi pemberdayaan dan pengakuan terhadap orang asli Papua, baik secara politik, ekonomi, sosial, dan sebagainya," katanya dalam "Prihatin Papua", Kamis (30/7).

Jika alasannya adalah kegagalan, terang Toni, banyak masyarakat Papua berpandangan otsus tidak berguna. Imbasnya, muncul kembali riak-riak referendum. Karenanya, Kemendagri selaku sektor utama diminta transparan, setidaknya kepada MRP selaku perwakilan rakyat Papua dan pemerintah setempat.

"Sampai saat ini pihak Kemendagri sebagai leading sector otsus belum secara terbuka membangun komunikasi dengan pemerintah provinsi di Papua, MRP, dan juga DPRP (Dewan Perwakilan Rakyat Papua)," papar Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Papua itu.

Padahal, ungkapnya, MRP telah melakukan serangkaian rapat dengar pendapat (RDP) dengan berbagai komponen masyarakat untuk menemukan jalan keluar. Kelompok pemuka agama, adat, dan lembaga perempuan, misalnya.