Seandainya Abu Bakar Ba’asyir benar-benar bebas

Kepala Staf Kepresidenan Moeldokomengatakan, Ba'asyir tidak akan dibebaskan selama tak memenuhi persyaratan yang berlaku.

Kuasa hukum capres Joko Widodo dan Ma'ruf Amin, Yusril Ihza Mahendra (kanan) mengunjungi narapidana kasus terorisme Abu Bakar Baasyir (kiri) di Lapas Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat , Jumat (18/1). /Antara Foto.

Lama tak terdengar, nama pemimpin Majelis Mujahiddin Indonesia (MMI) Abu Bakar Ba’asyir kembali mencuat. Pada 19 Januari 2019 lalu, penasihat hukum Presiden Joko Widodo menyampaikan, Ba’asyir akan dibebaskan tanpa syarat dan sudah disetujui presiden. Alasan pembebasannya adalah kemanusiaan.

Pada 16 Juni 2011, Ba’asyir dijatuhi hukuman 15 tahun penjara, karena dinyatakan terlibat dalam pendanaan latihan teroris di Aceh, dan mendukung terorisme di Indonesia.

Kabar itu sempat memantik beragam respons dari berbagai kalangan, termasuk pemerintah Australia. Beberapa pihak mengaitkan rencana pembebasan Ba’asyir sebagai usaha mendongkrak popularitas politik dalam pertarungan pemilu.

Namun, Ba’asyir menolak menandatangani surat pernyataan setia kepada NKRI dan Pancasila, yang menjadi sebuah syarat yang mesti dipenuhi terpidana kasus terorisme.

Hal itu terdapat dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 3 Tahun 2018 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat.