Sekolah adat di tengah ancaman kerusakan lingkungan dan serakahnya korporasi

Perluasan industri ekstraktif dan perkebunan tanaman industri mengancam kelestarian hutan adat dan pendidikan bagi masyarakat adat.

Ilustrasi sebuah sekolah adat di Kalimantan Barat. Foto dok. Yosita.

Risnan Ambarita gelisah dengan kondisi lingkungan adat Sihaporas di Simalungun, Sumatera Utara yang semakin rusak akibat perluasan lahan industri PT Toba Pulp Lestari (TPL). Akibatnya, inisiator sekolah adat Sihaporas itu mengaku kian kesulitan mendidik anak-anak masyarakat adat Sihaporas karena “ruang belajar” yang tak bisa lagi dipakai untuk media pembelajaran.

Aktivitas PT TPL menimbulkan pencemaran, membuat hutan adat rusak. Padahal, hutan menjadi ruang belajar untuk memperkenalkan tanaman obat dan pangan kepada anak-anak. Kini malah beralih menjadi tanaman ekaliptus untuk industri kertas.

“Pestisida mengalir ke tempat air minum, mengakibatkan ikan-ikan yang jadi sumber makanan kami mati dan tanah tandus,” kata Risnan saat dihubungi Alinea.id, Minggu (10/4).

"Sungai tempat ikan endemik yang sangat penting untuk keperluan ritual adat Sihaporas hampir punah.”

Pendidikan dan lingkungan terancam