Semua bisa berperan menanggulangi risiko bencana

Letak Indonesia berpotensi besar terjadi berbagai ancaman bencana tektonik dan vulkanik.

Cirebon Power, perusahaan yang mengoperasikan pembangkit listrik di Cirebon, bekerja sama dengan Pangkalan TNI Angkatan Laut dan Ditpolairud Polda Jawa Barat membentuk kelompok Masyarakat Tanggap Bencana (Astana). Foto Istimewa

Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing. Mestinya pepatah tersebut kita ingat-ingat dan terapkan dalam menghadapi banyaknya bencana di negeri ini, termasuk bencana nonalam yang saat ini terjadi, pandemi Covid-19. Masyarakat harus terlibat mengurangi risiko bencana dengan pemahaman dan pengetahuan yang cukup.

Secara geografis, Indonesia sebagai negara kepulauan terletak di khatulistiwa, di antara Benua Asia dan Australia serta di antara Samudra Pasifik dan Hindia, berada pada pertemuan tiga lempeng tektonik utama dunia. Nusantara adalah negeri cincin api, dengan berbagai ancaman bencana tektonik & vulkanik. 

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat secara umum tren bencana alam di Indonesia meningkat. Pada 2018 tercatat sebanyak 3.397 bencana alam. Sedangkan bencana alam pada 2019, hingga 27 Desember, ada 3.768 peristiwa, meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Bencana alam yang terjadi di Indonesia sangat beragam, bisa tsunami, gempa, letusan gunung berapi, longsor, kekeringan, banjir.

Data BNPB juga menyebutkan lima provinsi yang paling banyak terkena bencana alam pada 2019, yakni Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Aceh, dan Sulawesi Selatan. Tahun sebelumnya, peta daerah rawan tidak terlalu banyak berubah.

Bagaimana dengan tahun ini? Khusus Provinsi Jawa Barat sepanjang Januari hingga Agustus 2020 sudah menghadapi 1.039 bencana alam yang berdampak pada 768.319 warga. Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Jawa Barat Dani Ramdan mengatakan, sebagian besar bencana hidrologi, termasuk banjir dan tanah longsor.