SKB pedoman UU ITE, ICJR beri sejumlah catatan perlunya revisi

Pedoman kriteria implementasi UU ITE dinilai masih tetap membuka ruang kriminalisasi.

Foto ilutrasi/REUTERS/Dado Ruvic

Menteri Komunikasi dan Informatika, Jaksa Agung, dan Kapolri resmi menandatangani surat keputusan bersama (SKB) pedoman kriteria implementasi UU ITE. Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Sustira Dirga menilai, beberapa ketentuan dalam pedoman kriteria implementasi UU ITE dapat berpeluang membantu perbaikan masalah di lapangan.

Namun, sambungnya, masih ada catatan yang menguatkan perlunya segera revisi UU ITE. Pertama, Pasal 27 Ayat (1) tentang Kesusilaan UU ITE telah merujuk pasal 281-282 KUHP dan UU Pornografi. Namun, KUHP dan UU Pornografi mengatur pelanggar kesusilaan harus di muka umum atau untuk keperluan komersial.

Pedoman kriteria implementasi UU ITE masih mengatur korespondensi orang ke orang dan dapat dijerat tanpa mempertegas transmisi/distribusi/memberi akses untuk diketahui umum sebagai perbuatan pidana. “Hal ini tetap membuka ruang kriminalisasi bagi korban Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) atau korespondensi privat atau pribadi yang tidak ditujukan untuk umum atau tidak untuk kebutuhan komersil,” ucapnya dalam keterangan tertulis, Kamis (24/6).

Kedua, pedoman kriteria implementasi UU ITE dianggap berhasil meluruskan masalah Pasal 27 Ayat (3) tentang Pencemaran Nama Baik. Ketiga, pedoman kriteria implementasi UU ITE terhadap Pasal 27 Ayat (4) tentang Pemerasan/Pengancaman dapat memberi perlindungan bagi korban KBGO. Aparat penegak hukum tidak lagi dapat berkelit terkait pasal pidana untuk menjerat pengancam/pemeras korban KBGO.

Keempat, pedoman kriteria implementasi UU ITE sudah memberi batasan terkait ujaran kebencian pada Pasal 28 ayat (2). Namun, persoalannya terletak pada pengertian ‘antargolongan’ yang masih menjadi masalah serius pascaputusan Mahkamah Konstitusi (MK).