Solidaritas publik di tengah pandemi Covid-19

Netizen merespons positif adanya donasi antarsesama yang dilakukan. Upaya pemerintah justru sentimennya negatif.

Warga mengamati kiriman kiper Persik Kediri, Fajar Setya Jaya, tentang lelang jersey miliknya di tengah pandemi Covid-19 di akun Instagramnya, Kota Kediri, Jatim, Kamis (2/4/2020). Foto Antara/Prasetia Fauzani

Coronavirus anyar (Coronavirus Disease 2019/Covid-19) telah menyebar ke 181 negara pada Minggu (5/4)–berdasarkan data Johns Hopkins University–sejak kali pertama dikonfirmasi pada akhir Desember 2019. Indonesia menjadi salah satu negara yang turut terjangkit virus SARS-CoV-2. Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengonfirmasi kasus pertama pada 2 Maret 2020–klaim sempat diperdebatkan lantaran pemerintah pernah mengelak meninggalnya pegawai PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat (Jabar), 3 Maret, disebabkan Covid-19.

Tanggal 12 Maret, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pun menetapkan penyakit ini sebagai pandemi global karena tingkat penularannya tergolong cepat–seperti flu babi yang disebabkan virus H1N1 pada 2009-2010 dan menjangkiti 74 negara. Menurut riset Centers for Disease Control and Prevention, penyebaran Covid-19 kebanyakan terjadi antarmanusia melalui cairan yang keluar saat batuk atau bersin (droplet).

Hingga 5 Maret, pukul 15.40 WIB, pemerintah pusat mencatat 2.273 kasus positif di Indonesia. Naik 181 kasus dibandingkan kemarin (Sabtu, 4/4). Dus, peningkatan kasus terkonfirmasi setiap hari per 24 Maret masih di atas 100 kasus. Tertinggi sebelumnya 82 kasus (19 Maret).

Sayangnya, pemeritah pusat menganggap remeh terhadap Covid-19 sedari awal. Tecermin dari berbagai kelakar nirguna. Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto, misalnya, pernah mengklaim, pneumonia Wuhan–nama awal penyakit ini–tak lebih berbahaya daripada flu biasa (influenza). Padahal, WHO menyebutkan, tingkat kematian Covid-19 sebesar 3,9% dari total kasus terinfeksi. Sedangkan influenza 1%.

Gerak negara juga lambat dan lamban. Dalam penerapan regulasi, contohnya. Sejak Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan diteken nyaris 20 bulan lalu, Jokowi baru menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan (PP PSBB) Covid-19 pada 31 Maret. Sementara, aturan turunannya–Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman PSBB dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19–baru terbit 3 April.