Realita korup ruang sidang: "Semakin tinggi pengadilannya, semakin tinggi biayanya..."

Hampir semua aspek dan tahapan persidangan potensial jadi lahan basah untuk suap-menyuap.

Ilustrasi suap-menyuap di ruang pengadilan. Alinea.id/MT Fadillah

Santoso—bukan nama sebenarnya—mengaku tak kaget saat mendengar kabar mengenai penangkapan hakim Mahkamah Agung (MA) Sudrajad Dimyati. Sebagai mantan asisten advokat yang punya pengalaman panjang keluar-masuk ruang sidang, Santoso paham betapa korupnya sistem peradilan di Indonesia. 

“Kasus Yosep (Parera) itu kan perdata niaga, perdata bisnis. Itu lihat saja angkanya yang mau dikasih sudah Rp1 miliar (lebih). (Gugatan) pailitan pasti valuasinya gede banget,” kata Santoso saat berbincang dengan Alinea.id, Jumat (30/9).

Yosep Parera merupakan pengacara yang dibekuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam operasi senyap, Rabu (21/9). Bersama sembilan orang lainnya, Yosep ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap pengurusan perkara di MA.

KPK menetapkan Yosep, Eko Suparno selaku pengacara, dan debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana, Ivan Dwi Kusuma Sujanto serta Heryanto Tanaka, sebagai tersangka pemberi suap. Dalam kasus tersebut, duit sogokan yang telah diserahkan kepada Sudrajad sekitar SGD202 ribu atau setara Rp2,2 miliar. 

Menurut Santoso, jumlah duit sogokan sebesar itu masih belum final. Ia menerka bakal ada tambahan duit suap jika perkara yang dikawal Yosep dan kawan-kawan berakhir "manis" di ruang sidang. Santoso menyebut bonus itu sebagai success fee.