Surono: Yang terjadi di Semeru bukan letusan

Surono menyebutkan sebenarnya aktivitas magma di Semeru sudah biasa terjadi.

Ibu-anak ditemukan berpelukan tertimbun abu vulkanik (Foto: Dok. relawan Garda Pemuda Baret Nasdem Jember)

Ahli Vulkanologi, Surono, menyebutkan yang terjadi di Gunung Semeru pada Sabtu (4/12) bukanlah sebagai letusan, melainkan guguran lava yang lazim terjadi pada gunung yang masih aktif. Karakteristik gugurannya pun bukan mengeluarkan awan panas seperti yang terjadi pada Merapi 2010 dan Kelud 2014 yang mengeluarkan awan panas. Sistem peringatan dini dan mitigasi bencana pun seharusnya disesuaikan dengan karakteristik guguran lava ini.

Ketika dihubungi, Minggu (5/12), Surono menyebutkan sebenarnya aktivitas magma di Semeru sudah biasa terjadi. Magma ini kemudian mendingin dan bercampur dengan gas dan batu. Campuran ketiganya pada suatu waktu akan pecah dan gugur sehingga menyerupai letusan. “Tapi proses yang terjadi sebenarnya bukan meletus,” ujar Surono lewat sambungan telepon.

Kendati lahir dari proses yang berbeda, Surono tak menampik yang paling terdampak dari guguran ini adalah masyarakat di sekitar Semeru. “Arah gugurannya sama-sama bisa diketahui, namun yang benar awan panasnya bukan berasal dari perut gunung melainkan dari gundukan,” ujar mantan Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi ini.  

Dengan memahami skema yang unik dari masing-masing gunung ini diharapkan masyarakat dan pemangku kepentingan mampu menerapkan langkah mitigasi yang tepat untuk mewaspadai guguran lava Semeru.

Terkait sistem peringatan dini ini, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menyebutkan sistem tersebut berjalan saat akan terjadi guguran lava di Semeru. Hal ini, lanjut Khofifah juga dibenarkan oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG).