Tabrak KUHAP, surat edaran MA berpotensi timbulkan 4 dampak buruk

"Ini kemunduran dalam hal transparansi di dunia peradilan."

Para hakim Agung dalam acara laporan tahunan Mahkamah Agung./ Foto Antara

Surat Edaran Mahkamah Agung atau SEMA Nomor 2 Tahun 2020 tentang Tata Tertib Menghadiri Persidangan dinilai merupakan bentuk kemunduran transparansi di dunia peradilan. Pemberlakukan aturan itu dianggap dapat menyebabkan persoalan serius.

"Ini kemunduran dalam hal transparansi di dunia peradilan. Kita memiliki masalah yang serius terkait akses informasi terkait dengan proses-proses di pengadilan," kata peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Tama Sartya Langkun saat dihubungi reporter Alinea.id di Jakarta, Kamis (27/2).

SEMA Nomor 2 Tahun 2020 tentang Tata Tertib Menghadiri Persidangan mencantumkan larangan pengambilan foto, video, dan rekaman suara selama persidangan. Larangan itu dapat dikecualikan jika mendapat izin dari Ketua Pengadilan Negeri setempat.

Tama menilai, aturan itu berpotensi menabrak ketentuan dalam Pasal 153 ayat (3) KUHAP, yang menyebut proses pemeriksaan dalam peradilan dinyatakan terbuka oleh majelis hakim. Terkecuali dalam perkara yang menyangkut dengan kesusilaan, atau terdakwa anak-anak.

"Enggak hanya KUHAP. Undang-undang Kekuasaan kehakiman juga mengaturnya demikian. Esensi dari ketentuan itu kan agar pengadilan berjalan dengan terbuka, bisa diketahui oleh orang banyak, dan tidak sembunyi-sembunyi," kata Tama.