Tambah wewenang Polri, RUU Cipta Kerja berbahaya

Kepolisian diberikan beberapa wewenang tambahan dalam RUU Cipker.

Personel Sabhara melakukan simulasi penanganan gangguan keamanan di Polres Lhokseumawe, Aceh, Senin (6/4/2020). Foto Antara/Rahmad

Direktur Eksekutif Kemitraan, Laode M. Syarif, menilai, rencana penambahan kewenangan untuk kepolisian dalam Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Cipker) berbahaya.

"Saya pikir Kepolisian menjalankan fungsinya saja sekarang ini dalam menjaga ketertiban, keamanan, dan menegakkan hukum. Itu saja sudah pontang-panting, apalagi ditambah dengan kewenangan-kewenangan yang sangat bersifat karet. Itu berbahaya," ujarnya dalam webinar, Minggu (12/7).

Dalam draf Pasal 82 beleid sapu jagat (omnibus law) itu, Polri diberi kewenangan mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat. Juga mengawasi "aliran" yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa serta melakukan pemeriksaan khusus sebagai tindakan dalam rangka pencegahan.

"Apa definisi penyakit masyarakat? Ini pasal karet yang betul-betul sangat berbahaya. Apa itu penyakit masyarakat? Kalau misalnya seseorang protes, bisa dianggap penyakit masyarakat? Kalau misalnya seseorang mengekspresikan kebebasannya sebagi individu tetapi orang sekitarnya tidak senang dan dilaporkan, (apa) ini bisa dianggap penyakit masyarakat?" tuturnya.

Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu juga mempertanyakan definisi "aliran" dalam draf RUU Cipker. Pangkalnya, studi hukum, ekonomi, hingga sosial politik di perguruan tunggu membahas paham sosialis, liberal dan kapitalis.