Telegram kapolri soal penghinaan presiden berpotensi bungkam kritik

Surat Telegram Kapolri dinilai bertolak belakang juga dengan kebijakan pemerintah.

Menteri ESDM Arifin Tasrif (kiri) saat berbincang dengan Kapolri Jenderal Pol Idham Aziz usai penandatanganan pernyataan bersama di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (9/1)/Foto Antara/Sigid Kurniawan.

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) merespons Surat Telegram (ST) Kapolri soal penanganan penyebar hoaks dan penghina presiden di tengah pandemi coronavirus atau Covid-19.

ST Kapolri tersebut dinilai berpotensi membungkam kritik publik terhadap penanganan Covid-19.

"Ini besar potensinya adalah bagian dari membungkam kritik, dan membungkam orang-orang yang mempertanyakan kebijakan pemerintahan Jokowi yang amburadul saat penanganan pandemi Covid-19 ini," kata Ketua Bidang Advokasi YLBHI Muhammad Isnur kepada Alinea.id, Senin (6/4/2020).

Jika terkait penghinaan kepada presiden, sambung Isnur, sesungguhnya pasal terkait hal itu sudah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi sejak 2006.

"Tidak bisa lagi pasal itu digunakan, kecuali memang Pak Joko Widodo secara individu tersinggung, dan dia melaporkan sendiri penghinaan yang dia alami," urainya.