Tempe dan tahu bagi si miskin dan si kaya

Tempe dan tahu memiliki sejarah panjang. Dua jenis pangan ini pun digemari orang hingga kini.

Ilustrasi kedelai. Alinea.id/Bagus Priyo.

Tempe dan tahu yang tersaji di meja makan, bukan hanya perkara hidangan untuk disantap bersama nasi. Tempe dan tahu memiliki sejarah panjang dan tradisi yang mengakar di Indonesia.

Sejarawan Onghokham punya “teori” tentang tempe dan tahu. Peraih gelar doktor dari Universitas Yale, Amerika Serikat itu menyebut, tempe dikembangkan di Jawa setelah 1830, sebagai protein nabati untuk menggantikan protein hewani yang lebih sukar didapat.

Dalam artikelnya “Tempe, Sumbangan Jawa untuk Dunia” di Kompas edisi 1 Januari 2000, ia menulis bahwa perkembangan tempe terkait erat dengan kepadatan penduduk di Jawa pada abad ke-19.

Saat itu, pekarangan rumah penduduk tak hanya menyumbang pendapatan ekonomi, tetapi juga menyediakan bahan baku pangan, seperti ayam, kambing, sayur, dan kelapa. Segalanya ada di dapur rakyat.

Pada 1814, jumlah penduduk Jawa sekitar 4,5 juta jiwa. Ketika itu, menu makanan orang Jawa didominasi pangan hewani berbasis pekarangan.