Menkes Terawan: Terapi ‘cuci otak’ bisa diterapkan, asal ada niat

“Kalau enggak ada, ya tidak ada gunanya nanti jadi mangkrak karena harus ada komitmen."

Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto (tengah) mengunjungi salah satu ruangan di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) saat melakukan kunjungan kerja di Bandung, Jawa Barat, Senin (20/12/2019). Foto Antara/Raisan Al Farisi.

Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto mengatakan, metode "cuci otak" atau Digital Subtraction Angiography (DSA) bisa diterapkan pada rumah sakit di Bali. Selain di Bali, ia menjelaskan, DSA di rumah sakit mana pun sudah dibuat.

"SOP (standar operasional prosedur) itu ada di hospital by law, itu ditentukan oleh kepala rumah sakit, dan sah itu kalau dikerjakan," kata Terawan usai mengisi seminar di RSUP Sanglah, Denpasar, Bali, Sabtu (28/12).

Terkait anggaran yang diperlukan dalam menerapkan metode “cuci otak”, ia menuturkan, yang dibutuhkan saat ini adalah niat. Jika niat sudah ada, maka anggaran bisa dicari.

“Kalau enggak ada, ya tidak ada gunanya nanti jadi mangkrak karena harus ada komitmen, kalau mau ada alat harus ada komitmen. Komitmen itu akan dipakai untuk masyarakat dengan useful," katanya.

Ia mengatakan, DSA adalah alat yang bentuknya berupa software. Metode ini dapat disebut sebagai serangkaian diagnostik untuk menilai kondisi pembuluh darah, sehingga dapat mengetahui penyakit dari pasien dan memberikan pengobatan yang tepat.