close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi perayaan Halloween./Foto StockSnap/Pixabay.com
icon caption
Ilustrasi perayaan Halloween./Foto StockSnap/Pixabay.com
Sosial dan Gaya Hidup
Jumat, 31 Oktober 2025 13:00

Risiko bahaya kesehatan di balik seramnya kostum Halloween

Di balik keseruan perayaan Halloween, ada bahaya medis yang mengerikan.
swipe

Setiap 31 Oktober, beberapa negara, terutama di Amerika Serikat, merayakan hari Halloween—yang identik dengan kostum seram dan segala aksesori.

Menurut survei konsumen tahunan asosiasi perdagangan ritel terbesar di dunia National Retail Federation (NRF) yang dilakukan Prosper Insights & Analytics menemukan, tahun ini belanja Halloween diperkirakan mencapai 13,1 miliar dolar AS.

Aktivitas yang paling populer tahun ini adalah membagikan permen (66%), berdandan dengan kostum (51%), serta mendekorasi rumah atau halaman (51%). Dibanding tahun lalu, semakin banyak orang yang berencana mengukir labu (46%).

“Permen masih menjadi pembelian paling favorit dengan total pengeluaran yang diperkirakan mencapai 3,9 miliar dolar AS,” tulis National Retail Federation.

“71% konsumen berencana membeli kostum dengan total pengeluaran mencapai 4,3 miliar dolar AS.”

Perayaan Halloween identik dengan keseruan berdandan seram, mengenakan kostum-kostum hantu. Orang-orang berburu lensa kontak mata dan kostum untuk melengkapi penampilan mereka. Namun, di balik itu semua, ada bahaya medis yang mengerikan.

“Kostum Halloween bisa jadi sumber petaka tersendiri. Pakaian yang terlalu panjang atau tidak pas dapat membuat pemakainya tersandung atau terpeleset hingga patah tulang,” kata profesor anatomi di Lancaster University, Adam Taylor dalam The Conversation.

“Masker dan penutup kepala yang berat juga bisa mengaburkan pandangan. Selain itu, alergi terhadap bahan lateks yang sering digunakan dalam kostum dapat menimbulkan reaksi, mulai dari iritasi dan ruam, hingga dalam kasus langka, kematian.”

Apa saja risiko kesehatan yang bisa muncul?

The Guardian menulis, kostum Halloween dirancang hanya untuk dipakai sekali. Setahun kemudian, referensi budaya pop-nya sudah usang, dan bahan poliester tipis yang biasa digunakan untuk membuat kostum Halloween berakhir di tempat pembuangan sampah.

Menurut kepala sains Center for Environmental Health (CEH), Mihir Vohra, pihaknya menemukan kandungan bahan berbahaya seperti timbal, kadmium, dan bisphenol A (BPA) dalam kostum merek Halloween Express dan Spirit Halloween pada tingkat yang melebihi batas.

Paparan terhadap bahan-bahan tersebut berisiko bagi kesehatan manusia. Zat ini sangat berbahaya bagi anak-anak karena dapat merusak sistem saraf dan menyebabkan gangguan intelektual.

The Guardian pun menulis, membeli kostum dari merek ultra-fast fashion dan supermurah pun membawa risiko tersendiri. Produk-produk itu pernah ditemukan mengandung zat berbahaya seperti timbal, ftalat, dan formaldehida.

Profesor ilmu bumi di University of Toronto, Miriam Diamond mengatakan pada The Guardian, pengujian kosum anak-anak menemukan kadar ftalat yang sangat tinggi. Ftalat telah dikaitkan dengan penyakit jantung, kematian dini, gangguan reproduksi, dan gangguan sistem kekebalan serta metabolisme pada anak-anak maupun orang dewasa.

Penelitian menunjukkan, jika Anda atau anak Anda berkeringat saat mengenakan kostum berbahan plastik, keringat dapat melarutkan bahan kimia berbahaya dari kain sintetis. Paparan pun bisa berlanjut setelah kostum disimpan, karena bahan kimianya dapat berpindah ke pakaian lain di lemari atau saat dicuci.

“Kain dan bahan kimianya akan terurai seiring waktu,” ujar Diamond.

Diamond menambahkan, dahulu dia senang membantu anak-anaknya membuat kostum dari barang-barang yang ada di rumah. Dia menyesalkan, kreativitas semacam itu kini tergeser tren fast fashion yang murah.

“Dengan membeli kostum Halloween fast fashion, Anda bisa saja membuat anak Anda terpapar racun,” ujarnya.

Bahaya lain timbul dari aksesori pendukung kostum, seperti lensa kontak mata. Dikutip dari Independent, komplikasi yang ditimbulkan bisa beragam, mulai dari gejala ringan, seperti mata kering, gatal, dan iritasi, hingga masalah berat seperti infeksi, jaringan parut, dan kebutaan permanen.

“Penelitian menemukan, beberapa lensa kontak kosmetik mengandung pewarna dan zat berbahaya seperti klorin atau besi, yang dapat menyebabkan iritasi, rasa terbakar, bahkan reaksi alergi jika bersentuhan dengan mata,” tulis Independent.

“Selain itu, pigmen yang digunakan dalam pembuatan lensa sering kali memudahkan mikroba menempel di permukaannya, sehingga meningkatkan risiko infeksi.”

Lalu, lensa kontak yang tidak pas atau terbuat dari bahan yang tidak sesuai, dapat menyebabkan cedera pada permukaan mata, membuka jalan bagi bakteri, virus, dan jamur masuk. Kondisi itu bisa memicu infeksi serius seperti keratitis, yang sangat menyakitkan dan berpotensi menyebabkan ulkus kornea—luka terbuka pada lapisan depan mata yang bisa berujung pada kehilangan penglihatan.

Adam Taylor dalam The Conversation pun mengingatkan cat wajah dan aksesori gigi yang tak sepenuhnya aman. Cat wajah, katanya, dalam jangka pendek bisa menyebabkan iritasi kulit, penyumbatan pori, atau goresan pada kornea jika mengenai mata.

Paparan jangka panjang atau berulang bisa meningkatkan risiko penyerapan zat beracun, seperti logam berat dan arsenik, yang berpotensi menyebabkan kanker.

“Sementara itu, gigi taring plastik atau aksesori gigi palsu dapat melonggarkan atau merusak gigi,” kata Taylor di The Conversation.

“Karena biasanya dibuat dengan ukuran seragam, produk ini bisa memperparah kondisi gigi yang sudah goyah.”

img
Fandy Hutari
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan