Pola baru teror: Dari rekrut keluarga hingga taktik kawanan serigala

Strategi kelompok teroris dinilai mulai berubah sejak UU Terorisme berlaku pada 2018.

Warga mengendong anaknya usai diberi imbauan oleh petugas kepolisian untuk menjauh dari lokasi tempat tinggal terduga teroris di Kelurahan Semper Barat, Cilincing, Jakarta Utara, Senin (23/9). /Antara Foto

Pola serangan kelompok teroris di Indonesia terus berubah. Menurut pengamat intelijen Stansilaus Riyanta, perubahan pola terjadi sejak Undang-Undang Nomor 5 tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (UU Terorisme) berlaku. 

"Mereka yang sebelumnya bergerak dalam kelompok besar dalam aksi, misalnya di Kampung Melayu, Thamrin, berubah menjadi sel-sel kecil dalam tingkat keluarga atau individu. Kita bisa lihat, selain kasus Pandeglang, skema itu nampak dalam kasus Surabaya, Sibolga, dan Bali baru-baru ini," ujar Stansilaus dalam diskusi di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (15/10).

Kasus Pandeglang yang dimaksud Stansilaus ialah insiden penusukan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto di alun-alun Menes, beberapa waktu lalu. Pelaku diketahui bernama Abu Rara dan merupakan anggota kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD). 

Pada 2018, JAD sempat menggegerkan publik dengan serangkaian aksi bom bunuh diri yang menyasar tiga gereja di Surabaya, Jawa Timur. Para pelaku diketahui merekut anggota keluarga mereka sebagai para pengantin. 

"Pergerakan keluarga atau individu cenderung relatif aman dan tidak akan dicurigai karena mereka tidak menggunakan alat komunikasi," ujar Stansilaus.