TNI tangani terorisme, Indonesia beri contoh buruk

Pemerintah ingin TNI menangani terorisme dengan dalih keterbatasan Polri.

Prajurit TNI AD menyanyikan yel-yel saat Apel Gelar Kesiapan Latgab di Dermaga Ujung Koarmada II, Kota Surabaya, Jatim, Kamis (5/9/2019). Foto Antara/Moch. Asim

Sebagai Ketua Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB), Indonesia semestinya memprioritaskan perdamaian dunia. Sehingga, rencana mengerahkan TNI dalam mengatasi terorisme di "Tanah Air" dianggap tidak tepat. 

Wakil Indonesia untuk Komisi HAM Antarpemerintah ASEAN (ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights/AICHR) 2009-2015, Rafendi Djamin, menilai, rancangan peraturan presiden (perpres) terkait pelibatan TNI itu berpotensi memberikan kewenangan berlebih.

"Bila perpres ini dikeluarkan oleh RI sebagai Ketua DK PBB, jelas akan memberikan contoh buruk bagi pemerintah lain di dunia, jauh dari keteladanan dan pada akhirnya menggagalkan misi diplomasi RI untuk perdamaian dunia," ujarnya dalam keterangan tertulis, Selasa (11/8).

Dirinya mengingatkan, hukum hak asasi manusian (HAM) dan humaniter internasional memerintahkan negara tunduk pada sistem peradilan pidana (criminal justice system) dalam mengatasi ancaman nasional, bukan hukum dalam situasi perang. Dengan demikian, pelibatan TNI hanya saat ancaman yang tidak dapat diselesaikan melalui sistem penegakan hukum biasa (imminent threat).

Dalam aturan hukum HAM internasional, sambung Rafendi, pelibatan TNI dalam mengatasi terorisme harus melewati tiga syarat. Pertama, pemerintah wajib membuktikan kelompok ekstremisme yang terorganisasi telah atau akan melakukan serangan-serangan menggunakan kekerasan berulang. Pun berpotensi mengancam negara dan masyarakat dengan intensitas tinggi yang mengarah pada perjuangan politik bersenjata.