Trafficking berbasis siber perlu perhatian serius

Berdasarkan laporan yang diterima KPAI pada periode 2018, ada 329 kasus human trafficking anak.

Sekjen Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Bobby Anwar Maarif (kanan) bersama Ketua DPC SBMI Mempawah, Kalimantan Barat (Kalbar) Mahadir (kiri), Pengacara Publik LBH Jakarta Oki Wiratama (kedua kanan) dan korban kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) Monica (kedua kiri) menjawab pertanyaan wartawan saat konferensi pers, di Jakarta, Sabtu (23/6)./AntaraFoto

Masalah human trafficking di Indonesia merupakan isu serius. Kasus-kasunya bukan hanya kian parah, tapi menggurita dalam konteks siber. Ini bukan hanya masalah pidana, melainkan kejahatan kemanusiaan.

Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto menegaskan, agar tidak semakin meluas diperlukan beberapa perhatian. Di antaranya mensosialisasikan literasi terkait human trafficking kepada masyarakat.

"Trafficking berbasis siber telah menjadi persoalan serius dan menjadi tantangan besar bagi negara. Dalam konteks Indonesia, setidaknya ada beberapa hal yang menjadi perhatian," kata Susanto dalam diskusi Bahaya Human Trafficking di Tengah Majunya Industri Pariwisata Nasional dan Pemberian Anugrah Duta Anti Human Trafficking di kantor KPAI, Jl. Teuku Umar No. 10 Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (9/7).

Yang perlu diperhatikan, kata Susanto, di antaranya literasi bagi masyarakat luas terkait pentingnya potensi perilaku trafficking, modus trafficking, dan potensi yang membuat anak terpapar trafficking.

Sosialisasi literasi sangat vital dibutuhkan masyarakat, terkhusus bagi anak-anak. Di era digital, kata Susanto, anak-anak perlu dilindungi dari banyakmya komunikasi berbasis digital yang mengarah pada perilaku tersebut.