Dinilai tak transparan, YLBHI minta seleksi capim KPK dihentikan sementara

Lolosnya nama-nama yang punya rekam jejak buruk merupakan indikasi cacatnya proses seleksi capim KPK.

Kepala Advokasi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Nelson Nikodemus Simamora (kiri) bersama Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati (kanan) menunjukkan surat penolakan pemberian informasi terkait salinan Kepres Pembentukan Pansel Capim KPK dari Kemen Setneg dalam konferensi pers menyoroti kinerja Pansel Capim KPK di gedung LBH Jakarta, Menteng, Jakarta, Minggu (28/7). /Antara Foto.

Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati menilai, lolosnya nama-nama yang punya rekam jejak buruk merupakan indikasi cacatnya proses seleksi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebab, menurut dia, dari situ terlihat panitia seleksi (pansel) KPK abai terhadap transparansi dan kewajiban hukum.

"Misalnya laporan harta kekayaan. Ada UU Nomor 28 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dari KKN. Ada sebuah pasal yang jelas mengatakan, penyelenggara negara wajib melaporkan harta kekayaannya 6 bulan setelah UU ini dibentuk,” kata Asfinawati di Kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (28/7).

Selain itu, kata Asfinawati, di dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tercantum bahwa pimpinan KPK bisa dipilih, bila mereka memenuhi kriteria tertentu.

“Termasuk melaporkan harta kekayaan. Tapi ada orang yang tak menyertakan itu, bisa lolos," ujarnya.

Asfinawati, pun menyarankan kepada Presiden Jokowi untuk mengevaluasi kerja pansel KPK dan menghentikan sementara proses seleksi capim KPK. Jika tidak, kata dia, hal ini akan menjadi bola panas bagi presiden.