Ambang batas presiden 20% dinilai dapat membunuh demokrasi

Aturan ambang batas presiden sebesar 20% tercantum dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Politikus PKS Muhammad Nasir Djamil. Foto fraksi.pks.id

Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Muhammad Nasir Djamil menilai, ambang batas presiden atau presidential treshold sebesar 20% dapat membunuh sistem demokrasi Indonesia.

Pernyataan itu dilontarkan untuk menanggapi adanya uji materi atau judicial review ketetentuan ambang batas presiden sebesar 20% yang tercantum dalam regulasi pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK).

"Memang 10% atau 15%, atau 20% itu istilahnya bisa membunuh demorkasi dan menyia-nyiakan suara rakyat," kata Nasir, dalam keterangannya, Selasa (8/9).

Aturan ambang batas presiden sebesar 20% tercantum dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Dalam diktum itu menyebutkan, pasangan calon yang diusulkam partai maupun koalisi harus memenuhi syarat perolehan kursi paling sedikit 20% dari jumlah kursi DPR, atau memeroleh 25% dari suara sah secara nasional pada pemilihan anggota DPR sebelumnya.

Menurutnya, penetapan ambang batas tersebut akan menutup kandidat calon presiden yang potensial untuk maju dalam gelaran pemilihan presiden lantaran perlu mendapat dukungan banyak partai politik. Bahkan, ambang batas itu hanya menguntungkan para pemodal.