Antiklimaks debat pamungkas Anies, Prabowo, dan Ganjar

Debat terakhir para kandidat di Pilpres 2024 yang digelar di JCC, Senayan, Jakarta Pusat, Minggu (4/2), terasa berjalan membosankan.

Calon presiden Prabowo Subianto (tengah), Ganjar Pranowo (kanan), dan Anies Baswedan (kiri) beradu gagasan di debat kelima Pilpres 2024 di JCC Senayan, Jakarta, Ahad (4/2). Alinea.id/Faisal Adnan

Debat terakhir para kandidat di Pilpres 2024 yang digelar di JCC, Senayan, Jakarta Pusat, Minggu (4/2), terasa berjalan membosankan. Alih-alih terlibat adu gagasan yang tajam, para calon presiden justru lebih sering mengamini pendapat kompetitor mereka. Kritik-kritik lugas tak meluncur deras. 

Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah menilai garingnya debat pamungkas terjadi lantaran para kandidat cari aman. Ketiganya tak mau memicu sentimen negatif dari publik jelang pencoblosan. 

"Secara umum, debat penutup ini justru kurang ada perdebatan. Lebih banyak saling menyetujui. Di satu sisi, ini tidak bagus karena minim elaborasi. Di sisi lainnya, tentu antiklimaks jika mengikuti debat sebelumnya yang justru saling serang," ujar Dedi kepada Alinea.id, Senin (5/2).

Debat mempertemukan capres nomor urut 1 Anies Baswedan, capres nomor urut 2 Prabowo Subianto, dan capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo. Tema yang diambil ialah kesejahteraan sosial, pembangunan sumber daya manusia (SDM) dan inklusi.

Dalam debat, ketiganya menyampaikan visi-misi yang relatif mirip. Di bidang kesehatan, Ganjar, misalnya, berencana membangun satu desa, satu faskes, dan satu nakes. Sasaran utama yang akan dibidik ialah ibu, anak, lansia, kelompok disabilitas dan masyarakat adat. Pada bidang pendidikan, Ganjar akan memperluas akses pendidikan yang lebih inklusif serta memperbaiki nasib guru dan dosen.