Praktik pengoplosan beras SPHP dilakukan dengan modus mengambil 80% beras bersubsidi dan mengoplosnya menjadi beras premium.
Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman melaporkan 212 produsen beras kepada Kapolri Listyo Sigit Prabowo dan Kejaksaan Agung (Kejagung) lantaran “nakal” dalam perdagangan komoditas tersebut. Menurut Amran, sebanyak 212 dari total 268 merek beras yang diinvestigasi jajarannya tak sesuai dengan ketentuan mutu, berat, dan harga eceran tertinggi.
Berapa kerugiannya?
Amran menjelaskan, anomali harga beras menjadi perhatian serius karena terjadi ketika produksi nasional meningkat. Food and Agriculture Organization (FAO) memperkirakan, produksi beras Indonesia mencapai 35,6 juta ton pada 2025/2026, di atas target 32 juta ton.
“Kalau dulu harga naik karena stok sedikit, sekarang tidak ada alasan. Produksi tinggi, stok melimpah, tapi harga tetap tinggi. Ini indikasi adanya penyimpangan,” ujar Amran, dikutip dari Antara.
Amran menyebut, potensi kerugian konsumen karena praktik lancung ini dapat mencapai Rp99 triliun. Sedangkan dalam kasus dugaan oplosan beras stabilitas pasokan dan harga pangan (SPHP) bersubsidi menjadi beras premium potensi kerugian negara mencapai Rp2 triliun per tahun.