close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi beras./Foto ulleo/Pixabay.com
icon caption
Ilustrasi beras./Foto ulleo/Pixabay.com
Peristiwa - Pangan
Rabu, 16 Juli 2025 15:08

Apa itu beras oplosan dan bagaimana ciri-cirinya?

Praktik pengoplosan beras SPHP dilakukan dengan modus mengambil 80% beras bersubsidi dan mengoplosnya menjadi beras premium.
swipe

Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman melaporkan 212 produsen beras kepada Kapolri Listyo Sigit Prabowo dan Kejaksaan Agung (Kejagung) lantaran “nakal” dalam perdagangan komoditas tersebut. Menurut Amran, sebanyak 212 dari total 268 merek beras yang diinvestigasi jajarannya tak sesuai dengan ketentuan mutu, berat, dan harga eceran tertinggi.

Berapa kerugiannya?

Amran menjelaskan, anomali harga beras menjadi perhatian serius karena terjadi ketika produksi nasional meningkat. Food and Agriculture Organization (FAO) memperkirakan, produksi beras Indonesia mencapai 35,6 juta ton pada 2025/2026, di atas target 32 juta ton.

“Kalau dulu harga naik karena stok sedikit, sekarang tidak ada alasan. Produksi tinggi, stok melimpah, tapi harga tetap tinggi. Ini indikasi adanya penyimpangan,” ujar Amran, dikutip dari Antara.

Amran menyebut, potensi kerugian konsumen karena praktik lancung ini dapat mencapai Rp99 triliun. Sedangkan dalam kasus dugaan oplosan beras stabilitas pasokan dan harga pangan (SPHP) bersubsidi menjadi beras premium potensi kerugian negara mencapai Rp2 triliun per tahun.

Bagaimana beras dioplos?

Dikutip dari Antara, menurut Amran, dari 13 laboratorium di 10 provinsi, pihaknya menemukan 85,56% beras premium tidak sesuai mutu, 59,78% dijual di atas harga eceran tertinggi, dan 21% beratnya tidak sesuai.

Kemudian, temuan di beras medium dengan sampel 76 merek, ditemukan 88,24% tidak sesuai mutu beras, 95,12% tidak sesuai harga eceran tertinggi, dan 9,38% tidak sesuai berat kemasan.

Sampel itu diambil sejak 6-23 Juni 2025, dan terkumpul 268 sampel beras dari 10 provinsi, antara lain Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC), lalu pasar dan tempat penjual beras di Jabodetabek, Sulawesi Selatan, Lampung, Aceh, Kalimantan Selatan, Sumatera Utara, Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta, dan Jawa Barat. Kementan melakukan pengecekan sampel beras di 13 laboratorium yang ada di 10 provinsi.

Praktik pengoplosan beras SPHP dilakukan dengan modus mengambil 80% beras bersubsidi dan mengoplosnya menjadi beras premium. Sisanya, 20% dijual sesuai ketentuan oleh kios-kios di pasaran. Beras SPHP yang disubsidi Rp1.500 hingga Rp2.000 per kilogram sebagian besar tak sampai kepada konsumen yang berhak lantaran dijual kembali sebagai beras premium.

Apa saja ciri-cirinya?

Dikutip dari situs web IPB University, pakar teknologi industrik pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) University, Tajuddin Bantacut mengungkap terdapat tiga jenis beras oplosan, yakni beras dicampur dengan bahan lain seperti jagung, campuran beberapa jenis beras untuk memperbaiki rasa dan tekstur, dan dicampur dengan bahan tak lazim atau sudah rusak. Beras oplosan pun bisa dicampur dengan bahan tambahan benda asing, termasuk zat pewarna atau pengawet berbahaya.

Ciri-ciri beras oplosan, menurut Tajuddin, bisa dikenali secara kasat mata. Dia mengatakan, beras oplosan bisa terlihat dari warna yang tak seragam, butiran yang berbeda ukuran, dan tekstur nasi yang lembek usai dimasak.

“Jika menemukan nasi yang berbeda dari biasanya, seperti warna, bau, tekstur, dan butiran, maka dapat dicurigai sebagai beras yang telah dioplos, dalam arti terdapat kerusakan mutu atau keberadaan benda asing,” ujar Tajuddin, dikutip dari situs IPB University.

img
Fandy Hutari
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan