Gedung Putih menuntut Indonesia memberikan kepastian mengenai kemampuan untuk memindahkan data pribadi dari wilayahnya ke AS.
Pemerintah Amerika Serikat (AS) dan Indonesia akhirnya menyepakati kerangka kerja perjanjian perdagangan resiprokal. Dalam kesepakatan final itu, tarif bea impor untuk barang masuk dari Indonesia ke AS tetap 19%. Sebagai timbal balik, barang-barang dari AS ke Indonesia dikenakan tarif nol persen.
AS dan RI juga menyepakati sejumlah poin dalam perjanjian resiprokal. Dalam lembar fakta yang dirilis Gedung Putih, Selasa (22/7), Indonesia dituntut memberikan kepastian mengenai kemampuan untuk memindahkan data pribadi dari wilayahnya ke AS.
Dalam skema itu, RI mengakui AS sebagai negara atau yurisdiksi yang menyediakan perlindungan data yang memadai berdasarkan hukum Indonesia. "Perusahaan-perusahaan Amerika telah menunggu reformasi ini selama bertahun-tahun," ucap Gedung Putih
Analis menilai AS menuntut kepastian ketentuan pertukaran data pribadi dari Indonesia. Sebagai konsekuensi, pemerintah Indonesia harus segera menyelesaikan peraturan turunan dari Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP dan segera membentuk lembaga pengawas pelindungan data pribadi.
Peneliti di Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Parasurama Pamungkas menilai kesepakatan dagang yang dicapai antara RI dan AS terkesan timpang jika Indonesia turut mempertaruhkan perlindungan data pribadi di meja perundingan. Menurut dia, mustahil memindahkan data pribadi ke AS memberi keuntungan bagi Indonesia karena regulasi dan perbedaan nilai-nilai fundamental di antara kedua negara.