Anggota DPR: Jika tak ada kepentingan bisnis, harusnya harga PCR lebih murah

Harga tes PCR naik turun, Netty Prasetiyani Aher minta pemerintah menjelaskan harga dasar secara transparan.

Ilustrasi tes PCR/Foto Pixabay

Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher menganggap harga tes polymerase chain reaction (PCR) Rp300 ribu masih tinggi dan memberatkan. "Jika tidak ada kepentingan bisnis, harusnya  bisa lebih murah lagi. India  mematok harga dibawah  Rp100 ribu, kenapa kita tidak bisa?,” ujar Netty dalam keterangan tertulis, Rabu (27/10/2021).

Apalagi, sambungnya, ada wacana PCR akan diwajibkan untuk seluruh moda transportasi. “Kalau kebijakan ini diterapkan, maka tes Covid-19 lainnya, seperti swab antigen tidak berlaku. Artinya semua  penumpang transportasi non-udara yang notabene-nya dari kalangan menengah ke bawah wajib menggunakan PCR. Ini namanya membebani rakyat,” lanjutnya.

Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini juga menyoroti soal mekanisme pelaksanaan PCR sebagai screening method. “PCR adalah metode screening. Seharusnya  dalam masa menunggu hasil tes PCR keluar, seorang harus karantina. Banyak kasus justru orang bebas  berkeliaran dalam masa tunggu tersebut," kritik Netty.

Dalam kondisi tersebut, lanjut Netty, masih ada peluang yang bersangkutan  terpapar virus. "Jadi saat tes keluar dengan hasil negatif, padahal dia telah terinfeksi atau positif Covid-19," terangnya.

Menurut Netty, jika pemerintah mewajibkan PCR, seharusnya ketersediaan dan kesiapan lab di lapangan juga diperhatikan. "Jangan sampai masyarakat lagi yang dirugikan. Misalnya, hasilnya tidak bisa keluar 1X24 jam. Belum lagi soal adanya pemalsuan surat PCR yang diperjualbelikan atau diakali karena situasi terdesak," bebernya.