Beda pandangan DPR soal presidential threshold yang disinggung Ketua KPK

Ketua KPK meyakini hilangnya presidential threshold akan langsung berimbas pada rendahnya biaya politik.

Mahkamah Konstitusi (MK) mewajibkan pemilu serentak untuk DPR, DPD, dan pilpres. Ilustrasi Alinea.id/Oky Diaz

Anggota Komisi II DPR Guspardi Gaus menyebutkan, ongkos atau biaya politik yang mahal seharusnya dihilangkan. Menurutnya, ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) diwarnai dengan biaya politik yang tinggi.

Hal ini diungkap Guspardi, menanggapi pernyataan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri. Menurut Firli, presidential threshold seharusnya tidak 20% tetapi nol persen alias tidak ada sama sekali. Firli meyakini hilangnya presidential threshold akan langsung berimbas pada rendahnya biaya politik.

"Sudah seharusnya pilpres yang membutuhkan ongkos politik mahal dan tinggi dihilangkan," kata Guspardi kepada wartawan, Senin (13/12).

Menurut Guspardi, jika ada figur yang kredibel, berintegritas dan hebat mau mencalonkan diri sebagai presiden, namun tidak punya modal yang kuat, ini dijadikan peluang bagi oligarki untuk mensponsori sosok yang ingin maju dalam pemilihan presiden.

"Setelah sosok pemimpin yang dibiayainya itu terpilih, maka kepentingan para oligarki tentu harus diakomodir sehingga tersandera kepentingan pihak lain yang mendorong terjadinya praktek korupsi, kolusi dan nepotisme," ujar politikus Partai Amanat Nasional (PAN) ini.