Big data Luhut dipertanyakan, isu tunda Pemilu 2024 dipelihara

Big data harus terbuka secara metodologi karena gampang diduplikasi ulang

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan (kiri) dan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate dalam diskusi kick off meeting DEWG G20 2022 di Grand Hyatt Jakarta Pusat, Selasa (15/3/2022). Foto: Kominfo.

Pendiri Drone Emprit dan Media Karnels Indonesia Ismail Fahmi, meragukan pernyataan Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan perihal big data 110 juta suara netizen yang mendukung wacana penundaan Pemilu 2024 dan perpanjangan jabatan presiden menjadi tiga periode. Menurutnya, analisis big data harus terbuka secara metodologi karena gampang diduplikasi ulang. 

"Dari sisi big data, adalah sangat tidak mungkin, impossible, dapat menetapkan data 110 juta suara netizen yang mendukung wacana penundaan pemilu dan tiga periode," ujar Ismail dalam sebuah diskusi daring pada Senin (22/3) malam.

Menurut Ismail, bagi para ahli informasi dan teknologi (IT) dan media sosial, sangat susah untuk bisa mengumpulkan data dari Facebook dan Instagram. Apalagi masyarakat umum biasanya tidak tertarik bicara soal-soal elitis misalnya tentang penundaan pemilu. 

"Di Twitter saja tidak akan dijumpai jumlah satu juta suara netizen tentang topik-topik elitis. Pada isu RUU Sisdiknas saja yang sangat penting, netizen tidak ada yang membicarakan. Padahal isu itu sama pentingnya dengan isu perpanjangan jabatan presiden," ujarnya.

Ismail menjelaskan, dalam bidang big data, tidak bisa hanya asal bicara ada big data 110 juta pendukung wacana penundaan pemilu dan tiga periode jabatan presiden. Semuanya harus bisa dibuktikan.