Dana desa kian rentan dikorupsi

Sepanjang 2022, lebih dari 300 kepala desa ditangkap karena terjerat kasus korupsi dana desa.

Petani membajak sawah menggunakan traktor tangan di Desa Samahani, Kecamatan Kuta Malaka, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, Sabtu (2/5). /Foto Antara

Revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa resmi disahkan di sidang paripurna DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (28/3) lalu. Memenuhi tuntutan perangkat desa dalam sejumlah aksi unjuk rasa di DPR, para politikus Senayan sepakat memperpanjang jabatan kepala desa dan menambah alokasi dana desa per tahun. 

Alokasi dana desa kini dipatok setidaknya 10% dari dana alokasi umum (DAU) dan dana bagi hasil yang diterima kabupaten/kota dalam APBD. Sebelum UU Desa direvisi, alokasi dana desa ditetapkan minimal 10 persen dari dana perimbangan yang diterima kabupaten atau kota dalam APBD setelah dikurangi dana alokasi khusus (DAK).

Adapun masa jabatan kepala desa naik dari 6 tahun menjadi 8 tahun per periode. Kepala desa bisa dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan. Masa jabatan kepala desa selama 8 tahun serupa dengan masa jabatan mereka di era Orde Baru. 

Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Herman Suparman menilai penambahan dana desa hasil revisi UU Desa semakin memperbesar potensi maraknya praktik korupsi dana desa. Apalagi, revisi UU Desa luput mengatur penguatan tata kelola dana desa oleh perangkat desa. 

"Kalau kita bicara tata kelola dana desa itu kita lihat proses perencanaan seperti apa, proses penganggaran. Terutama yang kita harapkan adakah penganggaran itu benar-benar akuntabel, transparan, dan partisipatif," ujar Armand, sapaan akrab Herman, kepada Alinea.id, Senin (1/4).