Elektabilitas Jokowi bukan jaminan untuk Pilpres 2019

Belajar dari Pilgub DKI Jakarta, elektabilitas petahana yang dominan, justru bukan jaminan saat pencoblosan. Bahkan, akhirnya tumbang.

Presiden Jokowi/AntaraFoto.

Meski masih setahun lagi, sosok Joko Widodo (Jokowi) dianggap masih dominan di sejumlah hasil survei untuk memenangkan kontestasi pemilihan presiden (Pilpres) 2019. Elektabilitas mantan Gubernur DKI Jakarta itu selalu bertahan di nomor satu, meninggalkan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, bahkan sejak 2015.

Namun, elektabilitas Jokowi disebut bisa berubah secara drastis, terutama saat mendekati momen Pilpres yang akan berlansung pada April 2019. Direktur Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) Boni Hargens mengatakan hasil survei yang paling riil untuk dijadikan acuan ialah di bulan Oktober hingga Desember 2018. Terlebih momen tersebut dianggap sebagai periode krusial bagi munculnya sosok baru yang bisa memanfaatkan situasi dan kondisi kenegaraan jelang pemilu.

"Kalau sekarang, Jokowi belum punya lawan," kata Boni kepada Alinea, Jumat (23/2).

Tingginya elektabilitas terhadap Jokowi juga bukan tanpa alasan. Apalagi, saat ini masyarakat yang diwakili para responden sejumlah lembaga survei, menunjukkan tingkat kepuasan yang tinggi terhadap pria kelahiran Solo, 21 Juni 1961 tersebut. Meski demikian, Boni mengingatkan di era digital saat ini, masyarakat lebih pintar menilai mana yang pencitraan dan mana yang betul-betul kerja sepenuh hati.

 

Selain itu, Boni menyebut menguatnya politik identitas yang mengatasnamakan moralitas, agama, dan nasionalisme juga bisa menjadi ancaman bagi Jokowi. Jika tak ditangani dengan baik, bukan tidak mungkin elektabilitas Jokowi bisa turun. Pilgub DKI Jakarta lalu menunjukkan bagaimana elektabilitas petahana Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), bisa menurun hingga akhirnya tumbang saat pencoblosan.