Gaduh tagar #2019GantiPresiden

Apakah tagar #2019GantiPresiden yang dicetuskan Mardani Ali Sera adalah ancang-ancang Prabowo untuk maju di pilpres mendatang?

Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto melambaikan tangannya kepada kader Gerindra usai menghadiri acara Rapat Kerja Nasional Bidang Advokasi dan Hukum DPP Gerindra di Jakarta, Kamis (5/4)./ Antarafoto

Fenomena ramainya tagar #2019GantiPresiden di media sosial menuai respons dari berbagai kalangan, termasuk Presiden Joko Widodo. Mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut menilai hanya rakyat yang bisa mengganti presiden, sementara kaos hanya simbol gagasan yang belum tentu terujud.

Direktur riset demokrasi dan isu politik Universitas Telkom Dedi Kurnia Syah Putra mengatakan, reaksi Jokowi yang cenderung khawatir hingga berkomentar di forum sekelas Konvensi Nasional Galang Kemajuan di Bogor pekan lalu, tak diperlukan.

Pasalnya, fenomena tersebut memang sudah layak terjadi, terutama di era keterbukaan informasi digital sekarang ini. Tren tagar itu sendiri bukan perkara baru, sebab sebelumnya orang sudah mulai perang opini lewat simbol-simbol semacam ini. Baginya, itu tak lebih dari sekadar tren komunikasi politik global, yang berpusat pada pertarungan ide dan komunikasi. 

"Bahkan saat gerakan hijau di Lebanon, Mesir, Iran, sudah masif fenomena seperti ini, biasa saja, memang sudah eranya komunikasi," jelasnya.

Dalam konteks pemasaran politik, dengan penyebaran propaganda tulisan, meme, dan kata-kata pendek, imbuhnya, cukup efektif untuk menanamkan pengaruh. Pun, dalam jangka panjang, tagar yang mewujud dalam kaos dan merchandise seperti pin serta gelas itu bisa membentuk kesadaran artifisial, sesuai tujuan propagandis.