Gaduh TWK KPK penanda serius kemunduran demokrasi

Penolakan publik terhadap pemecatan 75 pegawai KPK adalah perjuangan akal sehat.

Anggota Wadah Pegawai KPK membawa nisan bertuliskan RIP KPK saat melakukan aksi di gedung KPK tahun 2019/Foto Antara

Peneliti dari Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), Herlambang P Wiratraman, menilai penolakan publik terhadap pemecatan 75 pegawai KPK adalah perjuangan akal sehat melawan tindakan pembodohan oleh aktor-aktor yang mengatasnamakan negara dan formalisme birokrasi versus diskursus penegakan hukum.

"Segala kekisruhan itu adalah penanda paling serius dari terjadinya kemunduran demokrasi dan kemerosotan luar biasa dari kebebasan sipil, terjadinya pembodohan versus kecerdasan dan pejuangan akal sehat," katanya dalam diskusi bertajuk "Integritas, Pelemahan KPK Dan Negara Hukum Indonesia", Selasa (1/6/2021).

Persoalan kasus pemecatan 75 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi, kata dia, bukan pada soal lulus test atau tidaknya mereka, tetapi terletak pada pelaksanaan tes wawasan kebangsaan (TWK) itu sendiri yang sedari awal sudah menjadi sorotan.

"Persoalan sebenarnya adalah menyangkut desain politik hukum di Indonesia terhadap proses pelemahan lembaga anti rasuah seperti KPK. Fakta sesungguhnya desain politik hukum yang terjadi bukanlah desain penguatan lembaga KPK, namun telah terjadi proses pelemahan KPK secara sistematis," ujarnya.

Ia melanjutkan, publik saat ini bertanya-tanya mengapa pimpinan KPK sampai begitu beraninya melawan perintah Presiden RI dan kepala negara terkesan mendiamkan. "Ataukah persoalannya memang terletak pada integritas kepala negara, padahal Presiden mempunyai wewenang konstitusional untuk tegaknya hukum dan keadilan. Sayangnya, hal itu tidak cukup dilakukan," paparnya.