Gerakan #2019GantiPresiden masih menjadi kontroversi

Tanda pagar ini menjadi kontroversial yang mengundang pro dan kontra di masyarakat.

Massa Aliansi Masyarakat Pengawal Demokrasi (AMPD) melakukan aksi menolak deklarasi 2019 ganti Presiden di bundaran Saronde, Kota Gorontalo, Gorontalo, Senin (3/9)./AntaraFoto

Istilah makar ramai dibicarakan diberbagai media, baik itu cetak maupun elektronik. Hal ini dipicu dengan maraknya aksi yang dilakukan sebagian pihak yang mengusung #2019GantiPresiden.

Tanda pagar ini menjadi kontroversial yang mengundang pro dan kontra di masyarakat. Gerakan tersebut telah memancing perdebatan publik. Apakah merupakan makar yang didorong untuk menggulingkan Presiden Joko Widodo atau tidak.

Akademisi Pasca Sarjana Universitas Jayabaya Taswem Tarib, menilai gerakan tagar 2019 ganti presiden belum bisa dikatakan bentuk makar. Pasalnya belum ada unsur-unsur yang memenuhi untuk mengatakan tindakan tersebut ingin menjatuhkan pemerintahan yang sah.

"Sebagaimana yang dimaksud dalam KUHP, karena makar menurut hukum diatur dalam pasal 104 sampai 129 KUHP," paparnya dalam seminar yang bertajuk "#2019GantiPresiden makar atau tidak, di DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (12/9).

Setidaknya ada tiga garis besar dalam Pasal 104 sampai 129 KUHP, yang mengindikasikan tindakan makar yaitu, merampas kemerdekaan presiden dan wakil presiden, menyandranya dan menculiknya.