Ironi Demokrat dan luka lama Megawati

Jokowi bisa menjadi penentu masuknya Demokrat ke Koalisi Indonesia Kerja.

Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri menyampaikan pidato saat menghadiri Malam Budaya Kongres V PDI Perjuangan di Sanur, Denpasar, Bali, Rabu (7/8). /Antara Foto

Perwakilan Partai Demokrat absen dalam Kongres V PDI-Perjuangan yang digelar di Bali, pekan lalu. Bukan semata karena sibuk, Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono memang tak diundang di hajatan politik partai berlambang banteng moncong putih itu. 

Pada agenda politik yang kembali menahbiskan Megawati Soekarnoputri sebagai ketua umum itu, hanya Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Gerindra dari kubu oposisi yang diundang secara resmi. Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto hadir langsung, sedangkan PAN diwakili sekretaris jenderalnya, Eddy Soeparno.

Sepanjang perhelatan kongres, terlihat Megawati dan Prabowo memamerkan keakraban. Saat berpidato membuka kongres, nama Prabowo berulangkali disebut Megawati. Putri sulung Soekarno itu bahkan sempat mengungkap kemungkinan PDI-P bakal mesra dengan Gerindra di masa depan.

Pakar komunikasi politik Universitas Brawijaya Anang Sudjoko menilai absennya Demokrat di Kongres PDI-P merupakan kode 'keras' Megawati menutup pintu bagi Demokrat bergabung dengan koalisi parpol pendukung pemerintah atau Koalisi Indonesia Kerja (KIK). 

"Jadi, ini sinyal Demokrat ditolak karena saya rasa hubungan Bu Mega dan Pak SBY tidak semesra hubungan dia dengan Prabowo. Masih ada luka lama. Bu Mega, saya rasa, masih berat untuk memaafkan SBY," ujar Anang saat dihubungi Alinea.id, Selasa (13/8) lalu.