Isu kudeta Demokrat tunjukkan rapuhnya basis ideologi parpol

Pragmatisme parpol harus diredam sejak dini melalui revisi UU Pemilu.

olitisi senior Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (kedua kanan) berjalan memasuki ruangan saat pembukaan Kongres V Partai Demokrat di Jakarta, Minggu (15/3/2020)/Foto Antara/M Risyal Hidayat.

Peneliti politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Aisah Putri Budiarti menilai, mencuatnya isu pendongkelan kursi kepemimpinan Partai Demokrat menunjukkan bahwa partai politik di Indonesia masih belum mempunyai basis ideologi yang kuat alias rapuh.

"Sehingga pada akhirnya ketika mereka ada problem di dalamnya sangat mudah sekali terpecah, terbentuk faksi, terjadi konflik, dan ketika ada konflik ini mudah sekali digoyang terutama terkait kepemimpinan partai," kata Putri, dalam webinar bertajuk "Isu Reshuffle, Pilkada, Kudeta Demokrat" yang ditayangkan di akun YouTube PARA Syndicate, Jumat (5/2).

Menurut Putri, adanya pecah belah maupun faksi dalam internal partai karena para kader tidak mempunyai basis keyakinan yang kuat, melainkan kepentingan pragmatis yang oportunis dan bersifat pada personal.

"Dan kalau kita lihat sifat personal ini kan juga sebenarnya banyak partai di Indonesia seperti itu. Pragmatis saja. Orang tuanya menjadi ketua umum di partai tersebut, kemudian anaknya masuk menjadi anggota parlemen dari partai itu, atau menduduki jabatan strategis dalam struktur partai itu. Jadi semua itu memiliki kepentingan jangka pendek dan pragmatis," ujar Putri.

Baginya, persoalan ini menjadi pekerjaan rumah bagi seluruh pihak. Sebab, kondisi seperti ini akan berpengaruh pada sistem demokrasi bangsa. Setidaknya, kata Putri, pragmatisme yang muncul harus diredam sejak dini melalui pengaturan dalam satu sistem.