Kelangkaan minyak goreng: Ironi, mati di negeri lumbung sawit!

Karut-marut tata kelola minyak goreng merupakan ironi di negeri penghasil sawit terbesar dunia.

Anggota Komisi VI DPR Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Amin AK. Foto: dpr.go.id.

Anggota Komisi VI DPR Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Amin AK, menyoroti krisis minyak goreng yang sudah berjalan lima bulan dengan kondisi harga melambung tinggi dan disusul kelangkaan. Menurutnya, karut-marut tata kelola minyak goreng merupakan sebuah ironi di negeri penghasil sawit terbesar di dunia.

"Karut-marut tata kelola minyak goreng di negeri penghasil 58% sawit dunia adalah sebuah ironi, terlebih hal itu berlarut-larut selama lima bulan," ujar Amin saat memberikan interupsi dalam Rapat Paripurna DPR di Senayan, Jakarta, Selasa (15/3).

Amin menjelaskan, meski pemerintah telah mengeluarkan kebijakan domestic market obligation (DMO) sebesar 20%, namun faktanya sampai saat ini tidak berjalan efektif lantaran kelangkaan minyak goreng malah menjadi-jadi.

Dalam catatannya, kelangkaan bisa terjadi karena kebijakan DMO tidak dipatuhi. Selain itu, DMO dipatuhi, tetapi crude palm oil (CPO) atau minyak sawit hasil DMO tidak sampai ke tangan produsen minyak goreng. Lalu, banyak penimbun atau ekspor ilegal minyak goreng.

Padahal, lanjut dia, pemerintah mempunyai semua instrumen untuk menegakkan semua aturan yang dibuat. Pasal 107 Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 misalnya, memberi sanksi penjara lima tahun atau Rp50 miliar bagi siapapun yang menimbun kebutuhan pokok.