Ketika eks tapol 'ekstrem kanan' dan 'ekstrem lain-lainnya' reuni di Ciamis

Ammarsjah mengatakan bahwa saat itu Orde Baru memang menggunakan label ‘anti-pancasila’ untuk memberangus, terutama kelompok-kelompok Islam.

Ammarsjah (kiri), dan Haji Oni (kanan). Foto Alinea.id/ Fitra Iskandar

Haji Oni duduk santai. Ia ikut lesehan di antara puluhan relawan Ganjar Pranowo yang duduk melingkar. Di hadapannya, anggota DPRD Ciamis Jawa Barat dari PDIP Sarif Sutiarsa menguasai mikrofon. Sarif memberi kata sambutan dalam acara peresmian Posko Bersama Relawan Ganjar di Ciamis yang digelar Sabtu sore pada 7 Mei itu.

Dalam sambutan, Sarif mendorong para relawan yang hadir untuk memperjuangkan nasionalisme. Tak ketinggalan ia mengulas singkat soal sejarah. Sarif menyebut-nyebut nama Kahar Muzakkar, pendiri Tentara Islam Indonesia yang bergabung dengan Negara Islam Indonesia (NII) Kartosuwiryo pada 1952. Dengan nada tinggi, ia berbicara tentang bahayanya gerakan-gerakan politik, yang menurutnya, memanfaatkan kedok agama.

Haji Oni bergeming. Ia menyimak ucapan Sarif.

Haji Oni adalah eks tahanan politik era Orde Baru. Saat dijebloskan ke penjara pada 1982, ia merupakan pengawal Presiden Negara Islam Indonesia (NII) Adah Jaelani yang melanjutkan kepemimpinan NII sejak 1978 hingga 1987. Oleh Orde Baru, Haji Oni dianggap berbahaya bagi negara. Ia dituduh anti-pancasila dan diseret ke pengadilan dengan pasal subversi. Akibatnya, ia divonis 20 tahun penjara.

Namun, Sarif tidak mengenal Haji Oni, begitu juga sebaliknya.