Ketua MUI diminta tidak bicara keras, pakar ungkap gestur tubuh Jokowi

Dalam Kongres Ekonomi Umat ke-2 MUI, warisan feodal berdemokrasi telah ditinggalkan.

Presiden Jokowi. Foto alinea

Pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar tidak bicara keras-keras saat dikritik Wakil Ketum MUI Anwar Abbas saat memberikan sambutan pada pembukaan Kongres Ekonomi Umat ke-2 MUI menjadi perbicangan publik.

Pakar komunikasi politik dari Universitas Mercu Buana Jakarta, Afdal Makkuraga menilai, jika dilihat secara utuh, Jokowi menunjukkan sikap negarawan. Menurutnya, pernyataan tersebut bukan bentuk antikritik. Kepala Negara disebutnya justru mau mempraktekan demokrasi yang sehat, yakni terbuka dengan kritik.

"Ia tidak marah ketika dikritik, ia justru membenarkan pernyataan Pak Anwar Abbas. Begitulah seharus kita berdemokrasi. Di mana pemimpin mengedepankan dialog dan debat publik," kata Afdal saat dihubungi Alinea.id, Senin (13/12).

Menurut Afdal, selama ini masyarakat Indonesia telah diwariskan berbagai perilaku feodal, di mana warga negara tidak boleh mengkritik pemerintah secara terbuka. Acara seremonial selalu ditandai dengan puji-pujian. Berbeda halnya dalam Kongres Ekonomi Umat ke-2 MUI, warisan feodal berdemokrasi telah ditinggalkan.

"Pak Anwar Abbas bebas mengkritik pemerintah dan presiden sebagai objek yang dikiritik juga tidak marah, bahkan menjawab dan meluruskan situasi berkaitan dengan kondisi pertanahan dan reformasi agraria," jelas Afdal.