Koalisi obesitas bahaya bagi demokrasi

Parpol-parpol pengusung Prabowo-Sandi diminta tak pindah gerbong koalisi.

Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi. Alinea.id/Ardiansyah Fadli

Direktur Eksektutif Indikator Politik, Burhanudin Muhtadi berharap, partai politik pengusung Prabowo-Sandi tidak beramai-ramai pindah gerbong koalisi. Menurut dia, bergabungnya parpol-parpol oposisi justru menjadi kabar buruk bagi sistem demokrasi di Indonesia. 

"Itu harusnya ditentang rame-rame karena rekonsiliasi bisa dibangun tanpa bagi-bagi kursi. Kalau menang silahkan mengelola negara dan pemerintahan. Kalau kalah, silahkan berada diluar pemerintahan," ujar Burhanuddin di Jakarta, Minggu (07/7).

Sebelumnya, Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Demokrat santer diberitakan bakal segera bergabung bersama koalisi parpol pendukung pemerintah. Namun demikian, sejumlah petinggi parpol pengusung Jokowi-Ma'ruf pada Pilpres 2019 menolak wacana tersebut. 

Menurut Burhanuddin, tidak ada jaminan pemerintahan akan solid jika jumlah parpol pendukung bertambah. Ia khawatir kinerja parpol-parpol di dalam koalisi justru jadi tidak efektif karena terlalu gemuk alias obesitas.  
 
"Ibarat orang yang terlalu gemuk menjadi kurang lincah dalam bergerak. Jadi, akibatnya banyak lemak jahat yang membuat disiplin koalisi melemah," ujar dia. 

Kondisi seperti itu, menurut Burhanuddin pernah dialami Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada periode kedua pemerintahannya. "Terlalu banyak partai yang masuk. Total ada 74%. Tetapi, disiplin koalisi melemah karena terlalu banyak kolestrol politik," tuturnya.