MUI sebut Ijtima Ulama untuk kepentingan politik praktis tidak jelek

Ijtima Ulama kembali digunakan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang merekomendasikan Muhaimin Iskandar.

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Muhammad Cholil Nafis. Foto: nu.or.id

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Muhammad Cholil Nafis menyebut, penggunaan Ijtima Ulama untuk kepentingan politik praktis pemilihan presiden (pilpres) dan kepala daerah (pilkada), tidaklah jelek. Dia juga tidak khwatir Ijtima Ulama disalahgunakan dan menjadi preseden buruk ke depan.

"Politik praktis enggak jelek ya. Kan kita (para ulama) enggak bisa menghindari politik. Kita menentukan gubernur pakai politik, menentukan presiden pakai politik. Yang tidak boleh adalah menjadikan isu agama untuk memukul agama lain, untuk mukul ras lain," ujar Cholil Nafis kepada wartawan, Kamis (2/2).

Ijtima Ulama atau forum ulama menghiasi panggung politik Pilpres 2019 dan berada di barisan pendukung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Persaudaraan Alumni (PA) 212 merupakan cikal-bakal kelompok ulama pendukung Prabowo-Sandi ini. PA 212 muncul sejak Pilkada 2017 untuk menyeret Basuki T Purnama (Ahok) yang tersandung kasus penodaan agama.

Kemudian, Ijtima Ulama kembali digunakan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang merekomendasikan Muhaimin Iskandar alias Cak Imin maju di Pilpres 2024.

Cholil Nafis mengatakan, bangsa Indonesia berlandaskan Ketuhanan Yang Maha Esa dimana agama digunakan sebagai spirit bersama dalam membangun bangsa. Dia pun sepakat jika Ijtima Ulama digunakan untuk kepentingan bangsa.