PDIP keliru, sistem pemilu proporsional tertutup tak berangus politik uang

Sistem pemilu proporsional tertutup terakhir kali digunakan dalam kepemiluan di Indonesia pada 1999.

Ilustrasi pileg dengan sistem proporsional tertutup. Alinea.id/MT Fadillah

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) mendorong sistem pemilu proporsional tertutup kembali diadopsi pada Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024. Salah satu dalihnya adalah menekan politik uang yang dikeluarkan calon anggota legislatif (caleg).

Namun, tidak demikian menurut peneliti Indonesia Political Opinion (IPO), Catur Nugroho. Dirinya berpendapat, politik uang bakal tetap terjadi dalam sistem pemilu proporsional tertutup, tetapi berpindah ke partai politik (parpol).

"Dengan sistem pemilu proporsional tertutup, kemungkinan praktik politik uang akan bergeser ke internal partai sehingga pundi-pundi dana politik dari para caleg akan lebih banyak mengalir ke parpol karena kewenangan parpol untuk menentukan nomor urut caleg," tuturnya kepada Alinea.id, Senin (9/1).

Selain itu, sambung Catur, relasi wakil rakyat yang terpilih dengan konstituennya pun bakal mengendur jika sistem pemilu proporsional tertutup diberlakukan. Pangkalnya, kewenangan parpol kian dominan sehingga para kader yang menjadi anggota dewan akan sangat tergantung dengan kebijakan dan keputusan partai.

"Renggangnya relasi pemilih dengan wakilnya ini, menurut saya, akan mengakibatkan berkurangnya kepedulian anggota dewan terhadap masyarakat yang memilihnya di daerah pemilihan karena mereka merasa tidak dipilih secara langsung oleh masyarakat, tetapi melalui penugasan partai meskipun tetap berdasarkan suara pemilih partai," paparnya.