Pemerintah diminta serius sikapi kekerasan terhadap perawat

Kasus kekerasan terhadap perawat di Palembang bukan yang pertama.

Kesibukan petugas medis RSPI Sulianti Saroso, Sunter, Jakarta Utara, Kamis (5/3/2020)/Foto Antara/Sigid Kurniawan

Anggota Komisi IX DPR Kurniasih Mufidayati meminta pemerintah menyikapi serius aksi penganiayaan terhadap perawat di Rumah Sakit (RS) Siloam Sriwijaya, Palembang, Sumatra Selatan yang dilakukan oleh seorang pria berinisial CSR.

Menurut Kurniasih, tenaga kesehatan rentan mengalami kekerasan. Mengutip data Komite Internasional Palang Merah (ICRC), lebih dari 600 insiden kekerasan, pelecehan, atau stigmatisasi terhadap petugas kesehatan, pasien, dan infrastruktur medis Covid-19 pada enam bulan pertama pandemi di dunia.

Di Indonesia, kata dia, juga pernah terjadi saat jenazah perawat RSUP dr Kariadi Semarang ditolak warga dan kasus penganiayaan perawat Covid-19 di RSUD dr Haulussy, Maluku. "Artinya peristiwa di Palembang bukan yang pertama. Kekerasan bukan hanya tentang kekerasan fisik tetapi juga stigma dan diskriminasi sikap. Pemerintah dan organisasi profesi kesehatan harus lebih gencar melakukan pendidikan ini ke masyarakat," kata Kurniasih dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Sabtu (17/4).

Meskipun pelaku CSR sudah ditahan kepolisian, Kurniasih berharap agar peristiwa penganiayaan terhadap tenaga kesehatan tidak terulang lagi. Apalagi profesi tenaga kesehatan dilindungi oleh Undang-Undang. Pada Pasal 57 huruf a UU No. 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, bahwa tenaga kesehatan dalam menjalankan praktik berhak memperoleh pelindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan Standar Profesi, Standar Pelayanan Profesi, dan Standar Prosedur Operasional.

"Profesi tenaga kesehatan kita sangat dilindungi, apalagi saat ini masih menangani pandemi yang membutuhkan pengorbanan teman-teman tenaga kesehatan. Tentu tindakan kekerasan apapun bentuknya, tidak boleh terulang terhadap tenaga kesehatan," jelas dia.