Pengamat beber penyebab elektabilitas Prabowo stagnan

Hasil survei SMRC menyebutkan, elektabilitas Prabowo Subianto tidak mengalami perubahan signifikan dalam dua tahun terakhir.

Menteri Pertahanan (Menhan), Prabowo Subianto (tengah), dalam lokakarya dokumen strategis pertahanan di Kementerian Pertahanan (Kemenhan), Jakarta, pada Senin (27/12). Dokumentasi Kemenhan

Ketua Umum DPP Partai Gerindra, Prabowo Subianto, menjadi salah satu calon presiden (capres) potensial pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Pangkalnya, elektabilitasnya tetap tinggi.

Sayangnya, margin tingkat keterpilihan Menteri Pertahanan itu dengan para pesaingnya terus menipis. Menurut hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), hal tersebut terjadi karena elektabilitas Prabowo cenderung stagnan dalam dua tahun terakhir.

Hasil riset SMRC yang dipublikasikan pada Selasa (28/12) ini menyebutkan, dukungan kepada Prabowo fluktuatif sejak Maret 2020. Kala itu, nilainya sebesar 19,5%, lalu menjadi 20,8% (Oktober 2020), 20% (Maret 2021), 21,5% (Mei 2021), 18,1% (September 2021), dan 19,7% (Desember 2021).

Sementara itu, Gubernur Jawa Tengah (Jateng), Ganjar Pranowo, sebagai pesaing terdekatnya justru cenderung stabil merangkak ke atas. Perinciannya, 6,9% (Maret 2020), 8,2% (Oktober 2020), 8,8% (Maret 2021), 12,6% (Mei 2021), 15,8% (September 2021), dan 19,2% (Desember 2021).

Menurut pengamat politik Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin, tingginya elektabilitas Prabowo sejak dua tahun lalu karena memiliki investasi dalam pencapresan. "Sudah tiga kali maju pilpres," ucapnya saat dihubungi Alinea.id, Rabu (29/12).