Pengamat beber penyebab elektabilitas Prabowo stagnan
Hasil survei SMRC menyebutkan, elektabilitas Prabowo Subianto tidak mengalami perubahan signifikan dalam dua tahun terakhir.

Ketua Umum DPP Partai Gerindra, Prabowo Subianto, menjadi salah satu calon presiden (capres) potensial pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Pangkalnya, elektabilitasnya tetap tinggi.
Sayangnya, margin tingkat keterpilihan Menteri Pertahanan itu dengan para pesaingnya terus menipis. Menurut hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), hal tersebut terjadi karena elektabilitas Prabowo cenderung stagnan dalam dua tahun terakhir.
Hasil riset SMRC yang dipublikasikan pada Selasa (28/12) ini menyebutkan, dukungan kepada Prabowo fluktuatif sejak Maret 2020. Kala itu, nilainya sebesar 19,5%, lalu menjadi 20,8% (Oktober 2020), 20% (Maret 2021), 21,5% (Mei 2021), 18,1% (September 2021), dan 19,7% (Desember 2021).
Sementara itu, Gubernur Jawa Tengah (Jateng), Ganjar Pranowo, sebagai pesaing terdekatnya justru cenderung stabil merangkak ke atas. Perinciannya, 6,9% (Maret 2020), 8,2% (Oktober 2020), 8,8% (Maret 2021), 12,6% (Mei 2021), 15,8% (September 2021), dan 19,2% (Desember 2021).
Menurut pengamat politik Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin, tingginya elektabilitas Prabowo sejak dua tahun lalu karena memiliki investasi dalam pencapresan. "Sudah tiga kali maju pilpres," ucapnya saat dihubungi Alinea.id, Rabu (29/12).
Mengenai stagnannya elektabilitas Prabowo, bagi Ujang, karena eks Danjen Kopassus itu cenderung jarang tampil di muka publik. Pun berbicara soal pencapresan kecuali oleh para kader Gerindra.
Meskipun demikian, Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) ini berkeyakinan, Prabowo akan intensif kembali muncul kepada publik saat momentumnya tepat, yang akan terjadi pada 2022. Alasannya, perlu "pemeliharaan" (maintenance) dalam menghadapi pilpres.
"Jika saatnya sudah tiba, dia akan 'gas pol' untuk 'tebar pesona' lagi ke rakyat," jelasnya. "Pilpres ibarat lari maraton, akan melalui rute yang panjang. Jadi, perlu strategi tertentu untuk bisa masuk finis dan keluar sebagai juara."
"Dalam pilres juga sama, perlu strategi khusus. Dari mulai start perlu lari kencang, lalu lari pelan-pelan, atur nafas, lari lagi agar bisa sampai menang," sambungnya.
Namun, Prabowo dinilai tidak mahir dalam memoles diri atau melakukan pencitraan. "Kurang luwes, kurang lentur," kata Ujang.
Dirinya menyarankan Prabowo lebih capaian-capaiannya sebagai pembantu Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk meraih simpati pemilih. "Prestasi sebagai Menhan yang mesti ditonjolkan ke publik," tutupnya.

Derita jelata, tercekik harga pangan yang naik
Senin, 21 Feb 2022 17:25 WIB
Menutup lubang “tikus-tikus” korupsi infrastruktur kepala daerah
Minggu, 13 Feb 2022 15:06 WIB
Segudang persoalan di balik "ugal-ugalan" RUU IKN
Minggu, 23 Jan 2022 17:07 WIB
Bailout SVB dan pendanaan startup yang kian selektif
Sabtu, 25 Mar 2023 16:05 WIB
Jerat narkotika di kalangan remaja
Jumat, 24 Mar 2023 06:10 WIB